Telan Dana Rp600 juta, Proyek Pembangunan Tambak di Kuta Iboh Labuhanhaji Barat Bermasalah Hukum

TheTapaktuanPost | Labuhanhaji Barat. Transparansi Tender Indonesia (TTI) membongkar dugaan persekongkolan jahat tender proyek pembangunan tambak yang bersumber dari pokok pikiran (pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Gampong Kuta Iboh, Kecamatan Labuhanhaji Barat, Aceh Selatan. Proyek yang digadang-gadang untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan itu justru terancam gagal sebelum dimulai.

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, mengatakan pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan tender pembangunan tambak HDPE Masyarakat Kecamatan Labuhanhaji Barat yang dimenangkan oleh CV. Sumber Makmur Aksata yang disebut-sebut titipan oknum ULP Aceh dengan nilai penawaran Rp 636 juta dari HPS Rp 637 juta.

Bacaan Lainnya

Kendati sudah ada penetapan pemenang, namun hingga awal Oktober 2025, proyek yang diduga penerima manfaatnya oknum PNS Pemkab Aceh Selatan tersebut belum dikerjakan sama sekali. Pasalnya, kelompok penerima manfaat menolak pelaksanaan proyek karena status lahan tambak yang akan dibangun masih bermasalah.

Menurut hasil penelusuran TTI, proyek ini merupakan pokir salah satu anggota DPRA dari daerah pemilihan (Dapil) 9 yang tidak lagi terpilih pada Pemilu 2024. Sumber internal menyebutkan, proyek itu tetap dipaksakan untuk dijalankan meski secara administratif belum memenuhi syarat.

“Ini program yang dari awal sudah bermasalah. Lahan belum jelas, kelompok penerima menolak, tapi tetap dipaksakan jalan. Ini jelas melanggar prinsip akuntabilitas,” kata Nasruddin Bahar, kepada wartawan di Tapaktuan Selasa, (7/10/2025).

Tak hanya soal lokasi, TTI juga menemukan upaya pengalihan kelompok penerima manfaat secara sepihak. Dinas Perikanan Aceh disebut merekomendasikan bantuan kepada kelompok baru yang baru saja dibentuk, padahal legalitasnya belum sah.

“Kelompok baru ini belum punya SK Hibah dari Gubernur Aceh. Artinya, secara hukum mereka tidak berhak menerima bantuan pemerintah. Ini bisa berpotensi menjadi temuan hukum,” tegas Nasruddin.

Ia mendesak Dinas Perikanan Aceh untuk segera membatalkan paket proyek tersebut sebelum menimbulkan kerugian negara.

“Jangan biarkan program bantuan yang seharusnya berpihak kepada masyarakat justru berubah jadi proyek kepentingan politik. Bila tetap dipaksakan, ini bisa mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang,” pungkasnya.

Sebelumnya, perusahaan peserta lelang yang dikalahkan CV. Berkah Sabena mengajukan sanggahan dan somasi kepada Kuasa Pengguna Anggaran selaku pejabat pemegang kewenangan penggunaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas KPA Program Pengelolaan Perikanan Budidaya DKP Aceh.

Somasi itu di ajukan karena pelelangan paket pekerjaan pembangunan tambak tersebut telah dirugikan akibat perbuatan melawan hukum  dan dugaan tindak pidana Pasal 382 KUHP yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan PBJ 2025-XX Pemerintah Aceh dan dugaan pelanggaran asas profesionalitas yang dilakukan oleh pokja Pemerintah Aceh.

Pihak yang dirugikan menyebutkan patut disinyalir bahwa ini adalah pelanggaran, dimana DKP Aceh melakukan pembangunan tambak HDPE tidak tepat sasaran, penerima manfaat diberikan kepada oknum PNS sehingga menyalahi aturan dan melawan hukum.

Larangan itu diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil mengatur sanksi bagi PNS yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi.

Konsekuensi dan sanksi disiplin apabila terbukti seorang PNS sengaja menyalahgunakan wewenang atau melakukan kecurangan untuk mendapatkan bansos dan kelompok usaha, maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi disiplin berat sesuai PP No. 94 Tahun 2021.

Pihak perusahaan berharap kepada Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan Perikanan supaya melaksanakan kewenangan Pengguna Anggaran sebagaimana tercantum dalam BAB III Bagian H angka 36.1 huruf f  dan Dokumen Pengadaan Nomor: 02.PK/VI/PPBJ-XX/2025 tanggal 28 Juni 2025.

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar mengungkapkan, pelaksanaan pelelangan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pemilahan dengan Nomor Dokumen Pengadaan serta PERPRES Nomor 12 tahun 2021 atas perubahan PERPRES Nomor 16 tahun 2018 dan PERLEM LKPP Tahun 2021.

“Pihak perusahaan mengungkapkan pihaknya tidak tinggal diam, persoalan ini tetap berlanjut hingga ada kepastian hukum. Akibat kelalaian ULP/pokja dan DKP Aceh dalam pelelangan tender sehingga merugikan rekanan lainnya,” kata Nasrudin seraya menegaskan terkait pembangunan tambak HDPE tersebut tetap terus dikawal.

Pos terkait