TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Delapan bulan sudah, hak insentif tiga bulan (Oktober–Desember 2024) milik lebih dari 70 tenaga kesehatan (nakes) RS Pratama T. Cut Ali, Keude Rundeng, Kecamatan Kluet Selatan, tak kunjung cair. Bukan karena dana tak tersedia, justru jejaknya mengarah ke kemungkinan lebih kelam: dana yang seharusnya untuk gaji para nakes diduga “dipinjam” untuk kepentingan lain dan belum dikembalikan.
Ironisnya, insentif 2025 malah cair penuh tanpa hambatan. Logika keuangan daerah pun dipelintir: yang lama dibiarkan menggantung, yang baru lancar jaya.
“Kalau alasannya teknis, seharusnya 2024 dibayar dulu. Ini malah dibalik. Kami curiga ada masalah di penggunaan anggaran di BPKD Aceh Selatan,” kata salah seorang nakes kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (13/8/2025).
Insentif yang bersumber dari APBK Aceh Selatan, dialokasikan lewat Dinas Kesehatan, nilainya Rp 1,2 juta per bulan per orang. Tunggakan tiga bulan setara lebih dari Rp 250 juta. Jumlah yang untuk ukuran rumah sakit pratama, cukup untuk membeli obat, memperbaiki alat medis, atau menutup biaya operasional penting.
Penelusuran wartawan tersingkap tabir, bahwa Dinas Kesehatan sudah mengajukan pencairan ke Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) sejak Desember 2024. Namun hingga kini, rekening para nakes tetap kosong insentif yang diharap tak kunjung cair-cair.
Sumber internal Pemkab Aceh Selatan menyebutkan, dana yang “dikunci” untuk insentif kemungkinan besar telah diutak-atik untuk keperluan lain.
“Praktik seperti ini bukan hal baru ditahun 2025 ini, anggaran yang sudah diplot kadang dipakai dulu untuk proyek atau titipan pejabat. Pengembaliannya? Sering macet,” ungkap sumber internal Pemkab Aceh Selatan yang identitasnya minta dirahasiakan kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).
Upaya nakes mencari jawaban di Pendopo Bupati Aceh Selatan berakhir dengan drama saling lempar tanggung jawab. Plt. Kadis Kesehatan Yuhelmi S.H. menegaskan pihaknya sudah mengajukan sejak Desember 2024.
“Kenapa tidak cair, itu domain BPKD,” katanya
Sementara, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Aceh Selatan Syamsul Bahri, S.H kembali diam seribu bahasa saat dikonfirmasi pada Kamis, 14 Agustus 2015. Bungkamnya pejabat keuangan ini justru memicu pertanyaan: apa yang sebenarnya disembunyikan?
Koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA), Muhammad Hasbar Kuba, menilai kasus ini sudah melewati batas keterlambatan teknis dan mengarah pada maladministrasi, bahkan penyalahgunaan wewenang yang potensi terjadinya pidana korupsi yang dilakukan oleh Kaban BPKD Aceh Selatan.
“Anggaran yang sudah disahkan dan dialokasikan khusus tidak boleh dialihkan tanpa dasar hukum yang jelas. Kalau ini terjadi, itu pelanggaran serius dan Kaban BPKD harus bertanggung jawab,” kata Hasbar.
Ia mendesak Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan M.S, untuk memastikan tidak ada praktik ‘parkir dana’ atau menutup lubang proyek serta untuk keperluan perjalanan dinas dari pos insentif tenaga kesehatan.
“Kalau benar digunakan untuk menutup proyek atau perjalanan dinas, itu bukan sekadar salah kelola itu perampasan hak, dan harus diusut hukum,” tambahnya.
Hasbar mempertanyakan, jika anggaran sudah ada, kenapa insentif tak sampai ke tangan nakes? Apakah uang itu tersangkut di BPKD, tercecer di jalur administrasi, atau sengaja diparkir untuk kepentingan lain?
“Bagi para nakes, ini soal perut dan keberlangsungan hidup. Bagi rakyat Aceh Selatan, ini ujian apakah Bupati Aceh Selatan, Mirwan M.S mampu menjaga amanah keuangan publik, atau membiarkan lubang gelap anggaran kian menganga, menelan hak rakyat sedikit demi sedikit,” pungkasnya.
Sebelumnya, Puluhan tenaga kesehatan (nakes) RS Pratama T. Cut Ali, Gampong Keude Rundeng, Kecamatan Kluet Selatan, mengaku frustrasi karena insentif kerja untuk Oktober, November, dan Desember 2024 tak kunjung dibayar Pemkab Aceh Selatan. Ironinya, insentif 2025 justru sudah dicairkan.
Menurut mereka, insentif sebesar Rp 1,2 juta per bulan untuk lebih dari 70 pegawai RS tipe D itu menjadi satu-satunya penghasilan rutin, sementara klaim jasa BPJS hingga kini belum ada.
Para nakes mengaku telah berulang kali menanyakan langsung ke Dinas Kesehatan, bahkan sempat mengadu ke Bupati Aceh Selatan Mirwan di Pendopo. Pertemuan yang juga dihadiri Plt Kadis Kesehatan Yuhelmi dan Kepala BPKD Syamsul Bahri itu justru berujung saling lempar tanggung jawab di hadapan bupati.