Terjadi Diskriminasi Pembayaran Utang Proyek, Rekanan Aceh Selatan Kembali Kena Prank

TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi mengungkapkan sejumlah kontraktor proyek fisik dan non-fisik di Kabupaten Aceh Selatan kembali kena prank (tipuan) terkait janji dan komitmen pemerintah daerah akan membayar utang proyek 2024 dengan nilai total mencapai Rp180 miliar lebih.

“Berdasarkan pengakuan rekanan, dulu Bupati Aceh Selatan non-aktif H. Mirwan pernah berjanji akan membayar utang Pemda kepada rekanan melalui sumber APBK 2025 berkisar antara 15 s/d 20 persen. Ternyata realisasinya tak sesuai seperti diucapkan,” kata T. Sukandi kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (24/12/2025).

Bacaan Lainnya

Sukandi mengungkapkan, dulu sebelum terjadi bencana alam banjir dan tanah longsor menerjang Aceh Selatan dan beberapa kabupaten di Aceh, para rekanan telah menggelar audiensi ke DPRK Aceh Selatan. Saat itu para rekanan menyampaikan keluhan terkait SPM pekerjaan fisik paket proyek yang telah selesai dikerjakan 100 persen tetapi tagihan mereka masih mengendap di BPKD belum dibuatkan SP2D.

“Dalam audiensi itu, para rekanan telah menegaskan jika tidak dibayarkan maka mereka akan melakukan aksi demonstrasi. Tetapi diredam oleh anggota DPRK dengan berjanji akan menampung dan menyalurkan aspirasi rekanan itu kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Sukandi.

Berdasarkan hasil klarifikasi Sukandi dengan anggota DPRK, diakui bahwa setelah aspirasi para rekanan di sampaikan kepada Pemda. Bupati Mirwan saat itu berjanji akan membayar utang Pemda kepada rekanan berdasarkan kemampuan keuangan daerah antara 15 s/d 20 persen.

Tetapi anehnya, kata Sukandi, berdasarkan keterangan DPRK saat ini pihak rekanan kembali menyampaikan keluhan serupa kepada dewan karena diduga telah terjadi diskriminasi dalam pembayaran utang tak sesuai dengan komitmen dan janji sebelumnya.

“Pembayaran utang dilakukan secara bervariasi, ada yang dibayar 8%, 9%,12%, 23% miris dan diskriminasinya ada juga rekanan yang di bayar 70% s/d 100%,” beber Sukandi mengutip keterangan para rekanan.

Atas tindakan diskriminasi tak sesuai komitmen dan janji sebelumnya itu, T. Sukandi mendesak DPRK Aceh Selatan bersikap tegas menjalankan fungsi pengawasan, dengan memanggil pejabat terkait dijajaran Pemkab Aceh Selatan untuk dimintai pertanggungjawaban terkait persoalan tersebut.

“Atas keluhan masyarakat ini DPRK mesti membuka secara transparan dan akuntabel tentang tindakan diskriminasi Pemda ini, karena tupoksi DPRK itu adalah menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat sementara hak eksekusi pengelolaan keuangan daerah itu berada ditangan Pemda,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, salah seorang rekanan di Aceh Selatan yang menunggu pembayaran utang pada pemda, Rojiyan Nurman, membenarkan ihwal mangkirnya pemda terkait komitmen dan janji pembayaran utang.

Roji menyatakan permasalahan devisit dan tunggakan utang Pemkab Aceh Selatan kembali melebar, bahkan ada potensi utang – utang yang sebelumnya sudah dijanjikan akan dibayarkan terancam kembali gagal dibayarkan pada tahun 2025 ini.

“Kondisi ini erat kaitannya atau ada relevansinya dengan informasi yang beredar luas di publik bahwa kini kas Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan kosong atau bahkan minus,” kata Rojiyan Nurman.

Menurut pantauan pihaknya, kata Roji, kondisi nyaris “koleps” atau oleng ini disebabkan karena ada banyak program – program baru yang di munculkan oleh dinas – dinas di ruang lingkup Pemerintah Aceh Selatan yang belum jelas  kemampuan keuangan daerah untuk membayarnya.

“Ini menunjukkan ketidak sigapan dari badan pengelolaan daerah dalam membuat perencanaan keuangan dan juga tidak mengkaji potensi gagal bayar yang akan terjadi seperti tahun sebelumnya,” sesal Roji.

Disisi lain, Rojiyan juga menyoroti lemahnya peran DPRK Aceh Selatan dalam melakukan pengawasan terkait kebijakan – kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, kendati hal tersebut telah memicu kegaduhan dan keresahan masyarakat, pihak rekanan dan beberapa pengusaha lokal.

“Karena itu, kita mengajak semua pihak untuk fokus pada penyelesaian masalah, bukan sibuk lobi sana- lobi sini sehingga tugas pokok terkesampingkan, dan masalah daerah tak kunjung terselesaikan,” pungkasnya.

Pos terkait