TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi mempertanyakan dasar pertimbangan para medis RSUDYA Tapaktuan langsung mengambil tindakan operasi terhadap pasien yang diketahui sedang mengalami kondisi fisik tak stabil seperti gula darah dan tensi tekanan darah sedang naik akibat penyakit DM dan pembengkakan kulit kemerahan serta kondisi demam.
“Jika merujuk SOP, semestinya dibutuhkan sterilisasi kondisi tekanan gula darah dan tensi darah pasien sebelum dilakukan langkah operasi untuk mencegah timbulnya hal tak di inginkan,” kata T. Sukandi kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Senin (5/5/2025).
Penegasan ini disampaikan T. Sukandi menanggapi pernyataan klarifikasi Plt. Direktur RSUDYA Tapaktuan, dr. Erizaldi M. Kes, Sp.OG kepada media ini terkait bantahannya telah terjadi dugaan malapraktik terhadap pasien inisial SNN (41 tahun), warga Gampong Tepi Air, Tapaktuan hingga meninggal dunia.
Kepada media ini, kata T. Sukandi, Plt. Direktur RSUDYA dr. Erizaldi menyatakan bahwa pihak rumah sakit telah melakukan audit medis dengan melakukan diagnosa abses selulitis manus sinistra (ada infeksi di bawah kulit di tangan kiri membentuk kantung nanah) demikian juga pasien di ketahui mengidap penyakit DM.
Berdasarkan keterangan pihak keluarga korban kepadanya, kata T. Sukandi, selama ini pasien tersebut tidak pernah memeriksakan penyakitnya ke RSUDYA. Pasien datang ke RSUDYA hanya sekali saja pada Sabtu (26/4/2025) dan pada Minggu (27/4/2025) langsung masuk kamar bedah di lakukan operasi kecil untuk mengangkat kantong nanah tersebut.
“Semestinya pihak rumah sakit lakukan juga evaluasi kadar gula secara menyeluruh demikian juga dalam pengaturan dosis obat untuk mencegah komplikasi gula darah menjadi tinggi pra-operasi,” kritik Sukandi.
Tetapi sayangnya, yang terjadi adalah pra-operasi dengan saat dilakukan operasi, interval waktunya hanya 18 jam.
“Tentu pertimbangan medis untuk segera lakukan operasi adalah sesuatu yang pantas dihargai. Tapi dampak yang ditimbulkan dari pertimbangan medis operasi kecil ini berakibat fatal karena pasien kehilangan nyawanya,” sesal Sukandi.
“Meski telah dibantah terjadi malapraktik, tapi dengan kondisi pasien mengalami muntah-muntah beberapa kali pasca operasi tentu menimbulkan beragam spekulasi masyarakat awam. Tapi pandangan awam ini tentu hanya dapat dibuktikan jika dibawa ke ranah hukum dengan menghadirkan saksi ahli di pengadilan maka kecurigaan masyarakat awam itu baru dapat dibuktikan,” tambahnya.
Kendati demikian, berdasarkan komunikasi yang dibangun T. Sukandi dengan pihak keluarga pasien, keluarga pasien telah menerima takdir ilahi ini dengan ikhlas sambil berdoa dalam harapan kiranya hal ini tidak terulang kembali kepada pasien-pasien lainnya yang berobat di RSUDYA Tapaktuan.
Sebelumnya, Plt. Direktur RSUDYA Tapaktuan, dr. Erizaldi M. Kes, Sp.OG saat dikonfirmasi wartawan membantah tudingan telah terjadi malapraktik dalam penanganan pasien dirumah sakit tersebut. Ia mengaku telah melakukan audit medis dengan kesimpulan akhir bahwa penanganan telah sesuai SOP.
“Pertama saya selaku direktur mengucapkan duka cita mendalam, saya sudah melakukan audit medis dan mengambil kesimpulan pasien masuk tanggal 26 April 2025 dengan diagnosa abses dengan selulitis manus sinistra dengan keluhan tangan bengkak nyeri, demam dan kemerahan dialami sejak 12 hari yang lalu,” kata dr. Erizaldi.
Kemudian tanggal 27 April 2025 pihaknya melakukan tindakan pembersihan dan pengeluaran nanah di kamar operasi dengan pembiusan sedasi ringan dan lokal anestesi, setelah operasi pasien sadar penuh. Tanggal 28 April 2025 malam, pasien mual dan muntah sehingga diberikan obat anti muntah.
Namun pada tanggal 29 April 2025 malam pasien kembali muntah disertai sesak. Hasil konsul penyakit dalam dianjurkan menjalani perawatan diruang ICU dan pemberian obat DM karena hasil gula tinggi. Kemudian tanggal 30 April 2025 konsul ke spesialis jantung dengan keluhan denyut jantung meningkat.
“Tanggal 1 Mei 2025 perburukan kondisi pasien dengan penurunan kesadaran, dari hasil analisis laboratorium dicurigai infeksi berat atau sepsis karena resisitensi antibiotik walaupun sudah diberikan antibiotik spektrum luas. Karena tidak ada perbaikan dengan penggantian antiobik, pasien dirujuk ke RSUZA Banda Aceh pada tanggal 2 Mei 2025 tengah malam,” kata dr. Erizaldi.