Mendagri Ajukan Tiga Opsi Jadwal Pelantikan Kepala Daerah

TheTapaktuanPost | Jakarta. Pemerintah mengusulkan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah dalam rapat dengar pendapat umum di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut pemerintah, pelantikan kepala daerah terpilih di Pilkada Serentak 2024 idealnya tidak terlalu lama dengan pelantikan DPRD yang sudah dilantik pada 20 Oktober lalu untuk efektivitas pemerintahan daerah.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat rapat dengar pendapat umum atau RDPU bersama dengan Komisi II DPR dan penyelenggara pemilu, di Senayan, Jakarta, Rabu, (22/1/2025) menyampaikan ada sebanyak 296 daerah yang tidak mengajukan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi. Adapun, sebanyak 249 daerah lainnya mengajukan sengketa hasil pilkada di MK.

Jika mengacu pada pasal 164 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pelantikan kepala daerah terpilih dilaksanakan secara serentak. Hal itu diperkuat dengan Putusan MK Nomor 46/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan keserentakan pelantikan kepala daerah.

Dalam putusan yang dibacakan pada akhi Juli 2024, MK memerintahkan pelantikan kepala daerah terpilih harus dilaksanakan serentak setelah lembaga peradilan itu selesai memutus sengketa hasil pilkada, terkecuali bagi daerah yang harus melaksanakan pemungutan atau penghitungan suara ulang.

“Pelantikan kepala daerah secara serentak tidak hanya diperintahkan oleh putusan MK. Tetapi juga tertulis secara eksplisit di Pasal 164 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” ujar Tito.

Di dalam UU (Pilkada) tidak diatur pelantikan serentak itu dilaksanakan satu kali atau dua kali. Sebab, secara teknis tidak mungkin pelantikan dilaksanakan serentak 545 daerah.

Meskipun demikian, menurut Tito, MK juga tidak konsisten dalam dua putusan yang berbeda terkait jadwal pelantikan kepala daerah. Dalam Putusan Nomor 46/PUU-XXII/2024, mahkamah memerintahkan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 harus serentak. Sementara itu, dalam putusan Nomor 27/PUU-XXII/2024 tentang Masa Jabatan Kepala Daerah, mahkamah hanya menyebutkan bahwa pelantikan kepala daerah dapat dilakukan secara serentak.

Dengan dua putusan yang berbeda itu, pemerintah pun berkonsultasi dengan MK pada 12 Desember 2024. Saat konsultasi terkait putusan pelantikan kepala daerah, Kemendagri diterima langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dan jajaran hakim konstitusi lainnya.

Menurut Tito, dalam pertemuan itu, MK menyampaikan bahwa dalam pertimbangan putusannya, pelantikan dilakukan setelah tanggal 13 Maret 2025 atau pascapembacaan putusan sengketa hasil pilkada. Mahkamah memahami bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 di mana pelantikan kepala daerah dijadwalkan pada 7-10 Februari 2025.

“Di dalam UU (Pilkada) tidak diatur pelantikan serentak itu dilaksanakan satu kali atau dua kali. Sebab, secara teknis tidak mungkin pelantikan dilaksanakan serentak 545 daerah,” kata Tito.

Tito mencontohkan, dalam pilkada serentak sebelumnya, MK memutus pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di Provinsi Kalimantan Selatan. Setelah PSU dilaksanakan, ada pihak yang menggugat lagi yang kemudian MK memutuskan PSU ulang untuk kedua kalinya. Akhirnya, jadwal pelantikan kepala daerah di Provinsi Kalimantan Selatan tertunda sampai delapan bulan lamanya.

“Yang paling fenomenal adalah kasus di Yalimo, Provinsi Papua Pegunungan. Itu MK memutus untuk dilakukan pilkada ulang dari tahap awal pendaftaran sehingga pelantikan tertunda 1 tahun tiga bulan,” kata Tito.

Pemerintah pun melihat dari jumlah datanya, sebenarnya daerah yang tidak mengajukan gugatan lebih banyak daripada yang mengajukan sengketa di MK. Dengan pertimbangan hukum bahwa MK tidak mengharuskan pelantikan serentak satu kali, momen pelantikan kepala daerah sebaiknya dipercepat dengan tujuan agar dimulainya pemerintahan di pusat paralel dengan dimulainya pemerintahan di daerah. Apalagi, DPRD juga sudah dilantik sejak Oktober 2024.

“Kami mempertimbangkan terkait jadwal pelantikan kepala daerah ini selain berdampak pada aspek kepastian hukum tetapi juga aspek politiknya. Sebab, jadwal pelantikan ini akan berimbas pada aspek ekonomi dan usaha. Pengusaha akan melihat siapa kepala daerahnya,” ujar Tito.

Dugaan transaksional

Adapun dari aspek efektivitas pemerintahan, saat ini masih ada 275 daerah yang dipimpin oleh Penjabat Kepala Daerah (PJ). Jika hal itu dibiarkan terlalu lama, menurut Tito, juga ada tingkat kerawanannya. Kerawanan itu di antaranya adalah mutasi kepala daerah.

Di mana ada informasi yang didapatkan oleh Kemendagri bahwa ada dugaan transaksional dalam penempatan pejabat di dinas.

Selain itu, posisi APBD juga sudah diketok sejak Desember. APBD harus segera dieksekusi oleh pejabat definitif. Jika tidak dieksekusi oleh pejabat definitif, ia khawatir justru pemanfaatan APBD tidak efektif karena berpotensi dimanfaatkan oleh lawan politik yang jabatannya akan selesai sebentar lagi.

“Pimpinan MK menyampaikan bahwa dengan adanya putusan itu, pemerintah berpotensi digugat lagi. Oleh sebab itu, walaupun di aturan pemerintah bisa menentukan jadwal sendiri, tetapi kami merasa harus berkonsultasi dengan penyelenggara pemilu dan DPR,” jelasnya.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, pemerintah pun mengajukan tiga opsi pelantikan. Opsi pertama, pelantikan gelombang pertama pada 6 Februari 2025 untuk gubernur dan wakil gubernur terpilih. Adapun, untuk bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota pada 10-21 Februari 2025.

Gubernur dan wakil gubernur akan dilantik oleh Presiden di ibu kota negara. Adapun, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota akan dilantik oleh gubernur.

Opsi kedua adalah gubernur dan wakil gubernur dilantik pada 17 April 2025 atau setelah MK selesai mengucapkan putusan sengketa hasil pilkada. Adapun, bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota pelantikannya pada 21 April 2025-2 Mei 2025.

Opsi ketiga adalah pelaksanaan pelantikan kepala daerah terpilih dilaksanakan setelah MK mengeluarkan ketetapan dismissal sengketa hasil pilkada pada 13-15 Februari 2025. Dengan demikian, pelantikan gubernur-wakil gubernur dapat dilaksanakan pada 20 Maret 2025. Sedangkan, pelantikan bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota pada 21 April-2 Mei 2025.

Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda yang memimpin rapat tersebut memerintahkan kepada jajaran Komisi II untuk memilih ketiga opsi itu dengan menyampaikan alasan setuju atau ketidaksetujuannya. Isu jadwal pelantikan kepala daerah ini menjadi perhatian khusus dari DPR karena telah menjadi diskusi publik dan bagian dari penyerapan aspirasi kepala daerah.

“Ini harus diputuskan secara komprehensif mengingat penjabat kepala daerah susah membuat kebijakan strategis. Selain itu, jadwal pelantikan kepala daerah ini juga akan berdampak pada sosial-politik di daerah,” kata Rifqinizamy.