TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Pemkab Aceh Selatan memastikan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 2,7 miliar lebih dalam APBK 2020 untuk pengembalian sisa dana hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) tahun 2015.
Kebijakan ini terpaksa harus diambil untuk menutupi “dosa” pemerintahan lama yang hingga kini belum melunasi tunggakan sisa dana hibah RR tahun 2015, sehingga mengakibatkan “kran” usulan program penanggulangan bencana alam didaerah penghasil pala itu tertutup selama ini.
Plt. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Aceh Selatan, Samsul Bahri S.H membenarkan pihaknya telah mengalokasi anggaran sebesar Rp. 2,7 miliar lebih dalam APBK 2020 untuk pengembalian sisa dana hibah BNPB tahun 2015.
“(Saat pembahasan anggaran) Kita sangat ngotot dan bersikeras mengalokasikan dana itu. Sebab ini sangat urgen. Daerah kita sudah cat merah, harus kita bersihkan agar kran usulan program penanggulangan bencana terbuka lagi,” kata Samsul Bahri saat dikonfirmasi di Tapaktuan, Jumat (13/12).
Ihwal lebel merah Pemkab Aceh Selatan di pusat terkait kucuran anggaran untuk penanggulangan bencana alam, juga dibenarkan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalak BPBD) Aceh Selatan, Cut Syazalisma S.STP.
Menurutnya, berdasarkan Peraturan Kepala (Perkap) BNPB dan Peraturan Menteri (Permen) Keuangan, Pemkab Aceh Selatan diwajibkan harus melunasi pembayaran sisa dana hibah RR ke kas negara sebesar Rp. 2,7 miliar lebih. Jumlah itu, merupakan akumulasi dari total keseluruhan dana hibah RR yang telah diterima Aceh Selatan pada tahun 2015.
Atas dasar itu, ia menyesalkan tudingan sepihak yang disampaikan pihak tertentu langsung menjustifikasi Pemerintahan Azam sebagai pihak yang disalahkan terkait nihilnya usulan program dana hibah RR di BNPB tahun 2020.
“Faktanya justru pemerintahan sekarang yang menyelesaikan masalah yang ditinggalkan pemerintah terdahulu. Bahkan, pada akhir tahun 2017 lalu, kami telah pernah melaporkan langsung persoalan ini kepada mantan Bupati Aceh Selatan yang saat itu dijabat HT. Sama Indra. Tapi sayangnya, tidak ada respon serius dari pimpinan daerah saat itu,” sesalnya.
Pihaknya, lanjut Cut Syazalisma, menilai bahwa pengembalian sisa dana hibah RR tahun 2015 sangat penting dan mendesak. Sebab, beberapa kali usulan program penanggulangan bencana daerah yang telah diajukan tidak mendapat respon positif dari BNPB.
“Usulan program penanggulangan bencana khususnya erosi Sungai Krueng Kluet sudah beberapa kali kami ajukan, tapi tidak mendapat respon dari BNPB karena Aceh Selatan masih cat merah di pusat gara-gara belum dikembalikan sisa dana hibah RR tahun 2015,” sesalnya.
Dalam kesempatan itu, Cut Syazalisma juga menyatakan bahwa bencana erosi Sungai Krueng Kluet yang telah mengakibatkan sejumlah rumah warga hancur dihantam arus sungai dan sebagian lainnya harus dibongkar paksa, juga telah berulang kali diusulkan penanganannya. Baik ke dinas teknis terkait di Aceh Selatan yakni PUPR maupun ke dinas teknis terkait di Provinsi Aceh.
Ia mengatakan, Dinas PUPR Aceh Selatan telah menyatakan tidak sanggup menangani bencana erosi sungai tersebut. Karena harus menggunakan anggaran cukup besar sementara anggaran daerah tak sanggup menanggulanginya.
“Sebenarnya yang sanggup menanggulangi bencana erosi sungai krueng kluet ini adalah Pemerintah Aceh melalui sumber APBA/Otsus. Tapi sayangnya, usulan program yang telah berulang kali di ajukan oleh Pemkab Aceh Selatan justru tak terakomodir dalam APBA 2020 yang telah disahkan,” sesalnya.
Tergantung Lobi
Sementara itu, mantan Kepala BPBD Aceh Selatan, Erwiandi S.Sos mengaku bingung jika ditolaknya usulan program dana hibah RR di BNPB dari daerah itu disebabkan karena persoalan lama. Sebab, berdasarkan pengalamannya saat menjabat Kepala BPBD, sempat ditinggalkan persoalan lama yang menggegerkan seantero Aceh. Karena ada pekerjaan fisik proyek rehabilitasi dan rekonstruksi di Desa Blang Kuala, Kecamatan Meukek diprotes langsung oleh Bupati Aceh Selatan saat itu.
“Pengalaman saya dulu, pernah juga menghadapi persoalan yang hampir sama seperti saat ini. Tapi waktu itu kita buka lobi-lobi politik secara intens, khususnya dengan Komisi VIII yang membidangi BNPB. Alhamdulillah dari usulan Rp. 25 miliar, terakomodir Rp. 22 miliar dalam bentuk 10 paket pekerjaan,” ungkapnya.