Aceh Selatan Terancam Bangkrut, Target PAD Terlalu Tinggi Tak Sesuai Realisasi

TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi mengatakan kondisi fiskal Kabupaten Aceh Selatan terancam kolaps atau bangkrut jika Indek Kemampuan Keuangan Daerah (IKKD) terus dibiarkan tak sesuai antara estimasi (target) dengan realisasi PAD.

“Jika estimasi PAD terus dibuat bagaikan konsep Abu Nawas, terbuka lebar potensi bertambah besar devisit keuangan daerah. Aceh Selatan terancam kolaps,” kata T. Sukandi kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (19/2/2025).

Sebagai ilustrasi pembanding, urai Sukandi, estimasi atau target PAD murni Aceh Selatan tahun anggaran 2024 adalah sebesar Rp 106 miliar berdasarkan data valid dan akurat yang diperoleh dari pihak pemerintah daerah setempat.

Sementara, realisasi PAD Aceh Selatan per 31 Desember 2024 adalah hanya sebesar Rp21 miliar atau 20,61 persen.

“Sehingga kondisi ini telah mengakibatkan kondisi APBK Aceh Selatan 2024 mengalami devisit PAD murni sebesar Rp84 miliar atau 79 persen,” sebutnya.

Berdasarkan rumus IKKD, indek kemampuan keuangan daerah Aceh Selatan tahun anggaran 2024 adalah PAD murni per APBK dikalikan 100 persen, maka IKKD Aceh Selatan hanya 1,5 persen. Angka tersebut, menurut Sukandi, berkategori sangat rendah dibandingkan rata-rata IKKD secara Nasional. Padahal, indek kemampuan keuangan daerah merupakan tolak ukur atau rasio kemandirian kemampuan keuangan daerah untuk membiayai anggaran belanja rumah tangganya sendiri.

Maka jangan heran, jika asumsi estimasi PAD yang terlalu tinggi ditetapkan setiap tahunnya, nilainya akan menjadi tidak rasional bila capaian PAD murni tersebut realisasinya selalu rendah.

“Inilah yang menjadi akar persoalan membuat APBK Aceh Selatan terus mengalami devisit cukup parah yang berdampak terus menumpuk utang,” beber T. Sukandi.

“Soalnya, skema meninggikan estimasi PAD yang melampaui kemampuan adalah “Konsep Abu Nawas” untuk menyeimbangkan antara pendapatan dengan belanja yang berujung pada bertambahnya beban utang daerah,” tambahnya.

Mengatasi persoalan tersebut, T. Sukandi menawarkan solusi kepada Pemkab Aceh Selatan dengan cara segera merasionalkan estimasi PAD murni. Bupati Aceh Selatan H. Mirwan diminta segera berikan instruksi kepada seluruh SKPK untuk dapat merealisasikan capaian target PAD yang telah di tetapkan di masing – masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Jika realisasi PAD murni yang telah di rasionalkan tersebut tidak tercapai dengan baik sebagaimana target yang telah di sepakati tentu saja bupati sebagai user punya hak untuk melakukan evaluasi terhadap kepala OPD yang bersangkutan.

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU-HKPD) serta berdasarkan Qanun Aceh Selatan Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur tentang PAD Aceh Selatan maka semestinya bidang pendapatan BPKD Aceh Selatan segera membuat Peraturan Bupati (Perbup) tentang tata cara penagihan untuk dijadikan sebagai pedoman petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis bagi petugas penagih PAD dilapangan sehingga PAD dapat tertagih dan terkelola dengan baik serta dinas yang mengelola PAD-pun dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Namun sebaliknya, apabila Perbup belum ada maka para wajib pajak Retribusi sumber PAD dapat saja mengabaikan atau tidak membayar tagihan retribusi karena mereka beranggapan bahwa tagihan retribusi yang di bebankan kepada mereka tidak berdasarkan aturan yang berlaku.

Sebab tanpa membayar retribusi mereka merasa diuntungkan karena bila mereka tidak membayar mereka tidak mendapatkan konsekuensi hukum apapun karena sanksi tidak dapat dilakukan bila aturan belum ada.

“Oleh karena itu untuk menghindari Aceh Selatan menjadi kabupaten bangkrut dalam membiayai rumah tangganya sendiri, maka Pemda mesti segera melakukan optimalisasi PAD dengan skema inovatif yang visioner,” pungkas Sukandi.