TheTapaktuanPost | Samadua. Ahli pembuat perahu atau sampan menggunakan bahan material kayu atau tukang profesional yang menghasilkan karya bernilai seni yang bagus serta berkualitas tetap banjir orderan meskipun dimasa pandemic wabah Covid-19 sekarang ini, sepertinya mulai langka ditemui di Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Selatan.
Tapi hal itu tak berlaku bagi Sukardi (63), penduduk Dusun Sawang Bunga, Gampong Ujung Tanah, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Faktanya, meskipun ditengah pandemi Covid-19 usaha mikro yang digeluti sejak belasan tahun lalu hingga kini masih tetap banjir orderan.
Saat berbincang-bincang dengan TheTapaktuanPost yang menyambanginya, Minggu (30/8/2020), Sukardi menceritakan bahwa pekerjaan yang ditekuninya selama ini tersebut merupakan titisan dari sang Kakek.
“Saat saya masih remaja, sering membantu kakek membuat perahu. Setelah kakek tiada (meninggal), mau tidak mau pekerjaan ini harus saya lanjutkan dan menjadi sandaran perekonomian keluarga. Alhamdulillah, sampai saat ini masih bertahan dan tidak pernah sepi orderan,” ucap Sukardi.
Selama ini perahu (sampan) karya Sukardi tidak saja diminati para nelayan dari berbagai gampong di Aceh Selatan, pesanannya juga diminati para nelayan hingga luar kabupaten. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa khusus pada tahun 2020 ini, satupun orderan dari luar kabupaten tidak masuk, mungkin karena pengaruh pandemic wabah Covid-19 sedang melanda se-antero dunia termasuk Aceh.
“Kendatipun pesanan tidak masuk dari luar kabupaten, namun pekerjaan saya tetap tidak sepi. Terhitung sejak bulan Juli-Agustus 2020, ada 20 unit orderan yang harus diselesaikan segera. Sekarang pun masih masuk pesanan tetapi harus antri,” ungkapnya.
Menurut Sukardi, membuat perahu merupakan pekerjaan yang asyik dan tidak beresiko tinggi. Walaupun penghasilannya tidak begitu besar namun bisa neningkatkan perekonomian para nelayan.
Ditanya berapa harga perahu per unit, ternyata harganya relatif murah jika dibandingkan dengan kebutuhan lain. Per unit body kosong dipungut bayaran hanya Rp. 6 juta. Itu tidak termasuk mesin, sarung as dan sarung kemudi serta pengecatan. Kalau cuma ongkos tidak termasuk bahan, itu hanya Rp. 3 juta.
“Per unit sampan saya pungut bayaran sebesar Rp. 6 juta itu tidak termasuk mesin, As, sarung As, sarung kemudi dan pengecatan. Jika hanya ongkos, kisaran Rp. 3 juta. Mencapai produksi yang baik dan berkualitas, proses pembuatan satu perahu ukuran 5 meter x 110 centimeter itu butuh waktu sekitar satu minggu,” jelasnya.
“Kendala yang dihadapi hanya kesulitan mencari bahan baku, seperti material kayu halaban (bak mane-bahasa Aceh) untuk gading-gading dan papan yang bermutu di panglong. Kendala lainnya yaitu faktor cuaca. Sedangkan lainnya tergolong tak ada kendala,” ulas Sukardi.
Hal itu diakui Abdullah Hasyim, salah seorang nelayan tradisional asal Kecamatan Sawang, Aceh Selatan. Menurutnya akhir-akhir ini tukang pembuat sampan andalan agak langka dijumpai di daerah itu. Kalaupun ada, hasilnya tidak memuaskan, baik kerapian maupun nilai seninya. Satu-satunya tukang sampan yang karyanya dinilai masih bagus dan berkualitas baik itu hanya ada di kaki Gunung Kerambil, Gampong Sawang Bunga, Kecamatan Samadua.
“Setahu saya, hampir semua nelayan tradisional di gampong kami menggunakan jasa keahlian pak Sukardi. Kalau saya sudah beberapa perahu menggunakan karya beliau. Alhamdulillah hasilnya mantap dan memuaskan,” ungkap Abdullah Hasyim, mengapresiasi hasil karya Sukardi. (Sudirman Hamid)