Manajemen RSUDYA Tapaktuan Ungkap Fakta Sebenarnya, Bantah Punya Utang Rp.20 miliar

  • Whatsapp

TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Manajemen BLUD RSUDYA Tapaktuan menyangkal tudingan yang menyebutkan instansi medis milik Pemkab Aceh Selatan tersebut memiliki utang pembelian obat-obatan dan barang habis pakai (BHP) sebesar Rp.20 miliar. Instansi medis ini menyatakan siap buka-bukaan adu data.

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, terhitung hingga bulan November 2021, utang BLUD RSUDYA Tapaktuan hanya tersisa Rp.811 juta lagi dari jumlah total utang tahun 2020 sebesar Rp.14,1 miliar. Makin berkurangnya jumlah utang tersebut berkat kerja keras dan keseriusan manajemen rumah sakit yang terus menyicil pembayaran utang pembelian obat-obatan dan barang habis pakai (BHP) ke pihak distributor penyedia barang selama ini.

Bacaan Lainnya

Penjelasan ini secara khusus disampaikan Plt. Direktur BLUD RSUDYA Tapaktuan, dr. Syah Mahdi Sp.PD kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Rabu (17/11/2021) menanggapi pemberitaan yang menuding utang RSUDYA mendekati angka Rp. 20 miliar sebagaimana dilansir beberapa media.

“Pemberitaan yang menuding utang RSUDYA saat ini mendekati Rp.20 miliar itu tidak benar, sebab faktanya berdasarkan hasil perhitungan yang telah kami lakukan utang mulai Januari tahun 2020 sebesar Rp.14,1 miliar kini hanya tersisa Rp.811 juta lagi. Jadi tudingan Rp. 20 miliar itu sama sekali tidak benar alias hoax,” kata dr. Syah Mahdi.

“Artinya bahwa, utang tersebut sudah kami cicil sebesar 90 persen lebih,” tegas Syah Mahdi lagi.

Pejabat yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam ini menyatakan, posisi sebuah rumah sakit memiliki utang dalam pembelian obat-obatan dan BHP bukanlah sebuah hal yang seolah-olah sangat menyeramkan atau menakutkan. Kondisi seperti itu sudah lazim terjadi selama ini dan juga dialami oleh daerah-daerah lainnya di Indonesia bahkan Dunia.

Bahkan, sambung Syah Mahdi, posisi utang tersebut tak saja terjadi di tahun 2020, melainkan pada tahun 2021 ini rumah sakit tersebut juga berutang obat-obatan dan BHP. Terhitung mulai Januari-November 2021 telah mencapai Rp. 10,8 miliar.

“Sehingga total utang yang belum kami bayar sampai saat ini adalah Rp. 11,6 miliar dan itu pasti harus kami bayar. Jadi kami pastikan bahwa tidak benar utang rumah sakit mencapai Rp. 20 miliar seperti di tuding itu. Tuduhan itu terkesan menjurus fitnah dan berita bohong,” sesal Syah Mahdi.

Yang perlu diketahui oleh publik, kata Syah Mahdi, faktor penyebab utama terjadinya penumpukan utang ini adalah karena pandemi Covid-19 yang mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan rumah sakit sangat signifikan. Kondisi ini terjadi terhitung mulai klaim BPJS bulan Agustus-November 2020.

“Saat itu, pendapatan rumah sakit tercatat hanya Rp. 2,5 miliar per bulan. Kondisi ini sangat jauh merosot dibandingkan saat kondisi normal tahun 2019 lalu yang mencapai Rp. 6-7 miliar per bulannya. Artinya bahwa, sejak pandemi Covid-19 melanda negeri ini terjadi penurunan pendapatan rumah sakit berkisar 60-70 persen lebih dan itu merupakan angka yang sangat luar biasa besar,” sebut Syah Mahdi.

Itu sebabnya, pembelian obat-obatan dan BHP di RSUDYA Tapaktuan dengan system e-Catalog yang pembayarannya jatuh tempo antara 60-90 hari kerja pada tahun berjalan tidak mampu terbayarkan secara tepat waktu hingga angkanya terakumulasi sebesar Rp. 14,1 miliar tahun 2020. Namun pembayaran utang itu terus dicicil hingga posisi saat ini tersisa Rp. 811 juta lagi dan ditambah Rp.10,8 miliar tahun 2021 ini dimana utang itu masih berstatus utang tahun berjalan.

“Utang ini tentu terus kami lakukan pembayaran secara bertahap dengan cara menyicilnya yang ditargetkan akan rampung dalam beberapa tahun ke depan. Semoga dengan makin menurunnya kasus terkonfirmasi Covid-19, masyarakat kita akan kembali ke kehidupan normal sehingga jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit pun kembali akan meningkat seperti sediakala,” harapnya.

Syah Mahdi memastikan keadaan seperti ini sangat tak dikehendaki oleh semua pihak. Soalnya, akibat kondisi ini BLUD RSUDYA Tapaktuan menghadapi kondisi yang teramat delematis. Dimana satu sisi kondisi utang pembelian obat-obatan dan BHP sudah sangat menumpuk sementara di sisi lain pihak rumah sakit tersebut juga harus mampu menyediakan obat-obatan yang cukup dan lengkap untuk menjamin kualitas pelayanan kesehatan yang memuaskan masyarakat.

Untuk memecahkan persoalan ini, BLUD RSYA Tapaktuan mengambil dua kebijakan strategis. Pertama terus melanjutkan pembelian obat-obatan dalam bentuk utang sehingga angkanya terus meningkat di tahun berjalan 2021, kemudian langkah kedua untuk jenis obat-obatan tertentu yang tak tertampung dalam e-catalog tetap dilakukan proses pembelian diluar system e-catalog baik secara utang maupun cash.

“Meskipun utang menumpuk, tapi RSUDYA Tapaktuan tetap harus mencari cara untuk mendapatkan obat-obatan yang lengkap. Soalnya masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan tetap harus terlayani dengan baik,” kata Syah Mahdi seraya menjelaskan, terkait discon harga obat memang telah tertera dengan jelas dalam e-catalog termasuk dalam kwitansi pembelian obat diluar e-catalog dan bahkan hal itu selalu rutin dilakukan pemeriksaan oleh auditor BPK RI.

“Selain itu ada juga yang bertanya, di masa pandemi Covid-19 jumlah kunjungan pasien kan berkurang kenapa justru utang obat-obatan meningkat?. Perlu diketahui bahwa, di masa pandemi Covid-19 jumlah pasien Covid-19 meningkat drastis. Selama dilakukan tindakan medis tentu digunakan obat-obatan yang telah ada, sementara klaim biaya penanganan pasien Covid-19 dari Kemenkes RI hingga saat ini belum seluruhnya di realisasikan, masih ada sekitar Rp.10 miliar lagi yang belum disalurkan,” beber Syah Mahdi.

Karena itu, Syah Mahdi menyesalkan pernyataan salah seorang tokoh masyarakat di daerah itu menuding RSUDYA Tapaktuan memiliki utang Rp. 20 miliar, sementara faktanya dilapangan tidak seperti yang dituding itu.

“Kami merasa tudingan ini sangat tendensius, kami juga belum mengetahui tokoh ini mendapatkan data dari sumber mana sehingga data yang diserahkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan kami itu tidak akurat. Kami sangat menghargai kritikan yang disampaikan sejauh kritikan itu bersifat membangun bukan justru saling menjatuhkan. Karena kami mengibaratkan, kritikan adalah obat dan sanjungan adalah racun. Silahkan sampaikan saran dan masukan kami siap menampungnya. Mari sama-sama kita majukan rumah sakit ini,” imbuh Syah Mahdi.

Jika ada pihak tertentu yang memerlukan data, Syah Mahdi meminta kepada pihak tersebut tak perlu sungkan-sungkan untuk memintanya secara langsung kepada pihaknya. Jangan justru mencari dan mendapatkan data secara diam-diam melalui oknum tertentu ternyata data tersebut tidak valid.

“Kami siap membuka data tersebut secara terang benderang, jika memang perlu tolong hubungi atau jumpai langsung kami. Soalnya kami khawatir jika data yang diperoleh secara diam-diam melalui oknum tak bertanggungjawab itu takutnya kembali mendapatkan data yang tidak akurat sehingga informasi yang disampaikan pun berpotensi menyesatkan public karena dirangkai dengan penggiringan opini bermuatan fitnah serta hoax,” pungkasnya.

Pos terkait