Bos Diskotik Pembunuh Wartawan Divonis Penjara Seumur Hidup

TheTapaktuanPost | Simalungun. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada kedua pelaku pembunuh wartawan Mara Salem Harahap alias Marsal Harahap (42).

Diketahui, Marsal tewas ditembak tak jauh dari rumahnya di Nagori Karang Anyer, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada 19 Juni 2021 lalu.

Bacaan Lainnya

Putusan terhadap kedua pelaku pembunuhan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai, Vera Yetti Magdalena, dalam persidangan secara virtual yang dilakukan dari Pengadilan Negeri Simalungun, Kamis (3/2/2022).

Dalam amar putusannya, kedua pelaku Sudjito alias Gito dan Yudi Fernando, dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Marsal Harahap.

Perbuatan Gito terbukti melanggar pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, sedangkan Yudi Fernando Pangaribuan melanggar pasal 340 jo Pasal 55 ayat (2) ke-2 KUHP. “Menghukum seumur hidup kepada terdakwa Sudjito dan Yudi Fernando,”ucap hakim Vera.

Hukuman yang dijatuhi majelis hakim ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Firmansyah dari Kejaksaan Negeri Simalungun. Atas putusan tersebut, kedua terdakwa melalui pengacaranya menyatakan banding sedangkan penuntut umum menyatakan pikir-pikir. “Kita kordinasi dulu dengan pimpinan,” tutup JPU.

Sebelumnya dalam dakwaan jaksa, Sudjito alias Gito, pemilik tempat hiburan malam/KTV Ferrari merencanakan pembunuhan Marsal Harahap dengan cara menembak korban.

Gito kemudian memerintahkan Praka Awaluddin Siagian dari kesatuan Yonif 122/TS membeli senjata. Praka Awaluddin adalah pengawas di KTV Ferrari tersebut.

Praka Awaludin kemudian mendapatkan senjata jenis pistol FN Mode M1911 A1 US Army Nomor: N222501621295 yang merupakan jenis senjata yang sering digunakan TNI dan memiliki peredam suara.

Senjata seharga 15 juta dibeli dari Doni Effendi, oknum anggota TNI dari Korem 022/PT. Serah terima senjata di lokasi ATM BNI kompleks Mega Land Siantar. Uang pembelian senjata ditransfer terdakwa Gito dari BCA ke rekening Awaluddin di BNI lalu diteruskan ke rekening BRI Doni Effendi.

Setelah mendapatkan senjata, eksekusi pun dilakukan. Berperan selaku eksekutor adalah Awaluddin dan Yudi Fernando. Awaluddin yang melepaskan tembakan sementara Yudi Fernando sebagai pengendara motor. Mereka diupah Rp30 juta atas perannya itu.

Aksi pembunuhan tersebut tidak berdiri sendiri. Ada dugaan pemerasan di balik aksi pembunuhan itu. Berita negatif tentang operasional tempat hiburan malam/KTV milik Gito yang dibuat Marsal Harahap di media online miliknya, kerap mengganggu aktifitas usahanya bahkan hingga membuat usahanya tidak beroperasi lagi. Marsal pun memanfaatkan kondisi itu untuk memeras terdakwa.

Meski Marsal sudah diberi jatah Rp 1 juta/bulan namun tetap memberitakan negatif. Terdakwa melalui Yudi sudah memberi tawaran kepada Marsal menjadi Rp 2.500.000/bulan tapi gagal karena Marsal meminta jatah Rp 12 juta setiap bulan dengan rincian setiap harinya menerima Rp 2 butir pil yang dirupiahkan Rp.200 ribu/butirnya.

Marsal dieksekusi sekitar 300 meter dari rumahnya di Nagori Karang Anyer, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada 19 Juni 2021 lalu. Dia ditembak saat berada di dalam mobil dan mengenai bagian paha kirinya. Marsal akhirnya tewas di rumah sakit Vita Insani Pematang Siantar.

Untuk menutupi perbuatannya, kedua pelaku mencoba menghilangkan barang bukti. Barang bukti handphone milik Marsal dibuang sedangkan senjata api yang digunakan untuk menembak Marsal dikubur dimakam ayah Yudi Fernando. Namun Polisi yang menyelidiki kasus itu tak kalah pintar.

Berangkat dari tempat kejadian perkara serta berbekal keterangan 57 saksi dan sejumlah rekaman kamera pengintai (CCTV) yang berhasil dikumpulkan, serta hasil uji laboratorium forensik dan balistik, para pelaku pembunuhan akhirnya bisa diketahui. Sudjito alias Gito, Yudi Fernado dan Praka Awaluddin pun ditangkap.

Siapa Sujito?

Sujito adalah pengusaha pemilik Ferrari Hotel N KTV. Penelusuran Tribun Medan, Sujito terjun ke dunia politik pada 2016 silam.

Sujito mencalonkan diri dari jalur calon perseorangan dan menamakan tim pemenanganmnya Tim Sujito-Djumadi (SUJUD).

Sujito dan pasangannya Djumadi mendapatkan nomor urut satu dalam undian di KPU Pematangsiantar.

Salah satu momen Sujito di muka publik adalah saat acara Debat Penajaman Visi Misi Calon Walikota dan Wakil Wali Kota Pematangsiantar di Sapadia Hotel 12 November 2016.

Para bakal calon ditanyakan tentang ikon kota Pematangsiantar yang kemudian dihubungkan dengan pengembangan sektor wisata.

Seorang paslon menekankan potensi patung Dewi Kwan Im dengan statusnya sebagai patung Dewi Kwan Im terbesar di Asia Tenggara.

Sujito memiliki pandangan yang berbeda.

Ia mengatakan akan membangun Tugu Raja Sangnaualuh sebagai identitas budaya yang asli dari kota Siantar.

“Ketika Sujito-Djumadi nanti dikaruniai oleh yang maha kuasa, diberkati menjadi pasangan Wali kota Pematangsiantar, bukan (patung) Dewi Kwan Im yang kita buat ikon, karena Dewi Kwan Im orang sudah kenal itu adalah tertinggi di Asia Tenggara. Kita akan membangun Patung Raja Sangnaualuh, sepanjang 25 meter tingginya untuk Ikon Kota Pematangsiantar supaya orang bisa mengenal sejarah asli kota Siantar,” kata Sujito pada saat itu.

Namun, langkah Sujito menjadi Walikota Pematangsiantar gagal.

Itu terjadi usai Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) mengumumkan hasil pindai Formulir C1 di mana Paslon Hulman Sitorus-Hefriansyah memperoleh persentase jumlah suara terbanyak yaitu 55,03 persen.

Kemudian disusul oleh Wesley Silalahi-Sailanto dengan jumlah perolehan 23,69 persen, Teddy Robinson Siahaan-Zainal Purba 17,55, dan Sudjito 3,7 persen di posisi bontot.

Diapresiasi

Forum Wartawan Hukum (Forwakum) Sumatera Utara (Sumut) mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Simalungun yang menjatuhkan vonis seumur hidup kepada dua terdakwa pembunuh wartawan media online Mara Salem Harahap alias Marsal.

“Forwakum Sumut mengapresiasi majelis hakim PN Simalungun yang telah memutus perkara tersebut secara independen sesuai tugas dan kewenangannya,” kata Ketua Forwakum Sumut Aris Rinaldi Nasution Sabtu, (5/2/2022).

Aris mengatakan meskipun kedua terdakwa lolos dari hukuman mati, namun putusan majelis hakim tentunya didasarkan pada pertimbangan hukum dan fakta-fakta terungkap dipersidangan.

“Vonis seumur hidup sudah layak diterima kedua terdakwa yang telah menghilangkan nyawa korban. Apalagi tindakan kedua terdakwa tersebut berdampak pada psikologi istri dan anak serta keluarga almarhum. Jadi putusan tersebut dinilai telah memenuhi rasa keadilan,” katanya.

Untuk itu, sambung Aris, putusan seumur hidup terhadap kedua terdakwa Sudjito alias Gito dan Yudi Fernando Pangaribuan alias Yudi sangat layak diapresiasi.

“Dalam perspektif penegakan hukum dan dari sisi keadilan masyarakat, putusan ini memperoleh apresiasi masyarakat,” ujarnya.

Forwakum Sumut berharap peristiwa kekerasan terhadap wartawan tidak terulang kembali apalagi sampai memakan korban. Dikatakannya, ini menjadi pembelajaran bagi kedua terdakwa atas perbuatannya yang menghilangkan nyawa korban.

“Jika ada yang keberatan dengan pemberitaan, warga negara bisa mengajukan hak jawab kepada pengelola media yang bersangkutan atau melaporkan kasus tersebut kepada Dewan Pers. Jadi, apapun alasannya, tindakan main hakim sendiri atau tindakan kekerasan terhadap wartawan tidak bisa dibenarkan dan melanggar hukum,” pungkasnya.

Pos terkait