TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS) T. Sukandi menilai langkah penghapusan tenaga honorer di setiap instansi pemerintah menindaklanjuti UU No. 20 Tahun 2023 Tentang ASN merupakan persoalan delematis dihadapi pemerintah daerah se-Indonesia khususnya Kabupaten Aceh Selatan.
Pasalnya, jika tenaga honorer tak ada lagi dipastikan jalannya roda birokrasi akan lumpuh total karena rata-rata seluruh tenaga operator dijalankan oleh para honorer.
“Tenaga operator layanan operasional bekerja di berbagai sektor, seperti administrasi, kesehatan dan pendidikan. Rata-rata SDM yang mengoperasikannya adalah tenaga honorer. Bagaimana jika honorer ini tak lagi bekerja?,” kata T. Sukandi kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Selasa (14/1/2025).
Menurutnya, hampir semua tenaga operator di setiap lembaga pelayanan publik di kantor pemerintahan menggunakan jasa para tenaga honorer yang nasib mereka sekarang ini sedang terabaikan.
Padahal, tugas pokok tenaga operator yang di emban oleh para honorer adalah mengoperasionalkan mesin atau peralatan atau sistem sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan untuk memastikan kelancaran efektivitas dan efesiensi kerja di berbagai bidang pelayanan di dalam birokrasi pemerintahan
Itu sebabnya, sambung T. Sukandi, tak dapat dipungkiri disetiap instansi pemerintahan sangat membutuhkan tenaga operator karena tugas pokoknya adalah mengelola, menyimpan dan memelihara data mesti tetap terjaga yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan daerah.
Tenaga operator juga sangat mendukung tugas pokok dan fungsi badan perencanaan pembangunan daerah, juga sangat membantu dibidang pelaksanaan pekerjaan pemerintahan serta memberikan dukungan teknis dalam penggunaan sistem informasi disebabkan tenaga operator bertugas memberikan pelayanan di berbagai bidang.
Atas dasar itulah, T. Sukandi meyakini apabila para honorer dibidang tenaga operator ini diabaikan, maka dapat dipastikan birokrasi pemerintahan di Kabupaten Aceh Selatan akan lumpuh total. Apa lagi dalam menghadapi awal tahun anggaran 2025 pasca Pilkada 2024 dimana roda pemerintahan akan di nahkodai oleh pemimpin baru bupati terpilih.
Sukandi mengatakan, satu-satunya solusi mengatasi persoalan itu adalah dengan cara seluruh tenaga aperator tersebut diprioritaskan untuk diangkat menjadi PPPK.
“Sepatut dan sepantasnya Pemkab Aceh Selatan melalui BKPSDM mengajukan permohonan kepada Menpan RB, BKN dan Mendagri untuk memprioritaskan para tenaga operator yang masih berstatus honorer itu menjadi PPPK,” tegas Sukandi menawarkan solusi.
Sebelumnya, pemerintah pusat secara resmi telah melarang pemerintah daerah mengangkat tenaga honorer. Larangan ini secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Aturan yang berlaku untuk seluruh instansi pemerintah, termasuk pemerintah daerah itu mengamanatkan penataan pegawai non-ASN harus diselesaikan paling lambat Desember 2024.
Setelah UU ASN berlaku, instansi pemerintah tidak boleh lagi mengangkat pegawai non-ASN. Pengangkatan tenaga honorer setelah UU ASN berlaku dapat dikenakan sanksi. Pengangkatan tenaga honorer yang dibiayai dari APBD akan dicatat sebagai kerugian keuangan negara. Kebijakan penghapusan tenaga honorer bertujuan untuk menata ulang sistem kepegawaian negara agar lebih efisien dan terstruktur.