TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Lembaga Bantuan Hukum Jendela Keadilan Aceh (LBH JKA) mengaku sangat prihatin sekaligus menyayangkan terjadinya tragedi kemanusian pada perhelatan Liga 1 antara Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur yang merenggut 129 nyawa suporter, Sabtu (1/10/2022) malam.
“Perhelatan sepak bola yang seharusnya menjadi ajang adu sportivitas dan teknik mengolah sikulit bundar malah menjadi tempat pertaruhan nyawa anak bangsa. Tragedi ini sungguh menyedihkan,” kata Direktur LBH JKA, Muhammad Nasir Selian SH dalam siaran pers, Minggu (2/10/2022).
Berdasarkan data yang dihimpun Save Our Soccer yang dirilis Kompas.com pada Juni 2022, kata Nasir, di Indonesia sendiri hampir saban tahun dunia sepak bola menelan korban nyawa penggemarnya. LBH JKA mencatat sejak 1994 sampai awal 2022 dan ditahun yang sama juga 2 suporter meninggal dunia pada perhelatan penyisihan Piala Presiden di Jawa Barat.
“Hanya di Indonesia sepak bola yang saban tahun selalu menelan korban nyawa. Yang paling parah bahkan terbesar di dunia terjadi di Oktober ini dengan jumlah 129 nyawa melayang pada perhelatan Liga 1 di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur,” sesalnya.
Untuk menghindari kejadian serupa kembali terulang, LBH JKA mendesak pemerintah dan PSSI agar segera melakukan evaluasi menyeluruh terkait aspek keamanan perhelatan olahraga sepakbola di Tanah Air.
“Jika adanya pelanggaran yang terjadi maka Polri harus berani memproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku, karena nyawa anak bangsa sungguh mahal harganya,” tegas Muhammad Nasir.
Semua pihak, sambung Nasir, saat ini ikut berdukacita yang mendalam atas tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur tersebut. Menurutnya, tragedi ini sangat merugikan dunia sepak bola Indonesia. Soalnya, pada tahun 2023 mendatang Indonesia merupakan tuan rumah perhelatan ajang Piala Dunia U-20.
“Tragedi ini tentunya berdampak menurunnya kepercayaan dunia Internasional dan sanksi FIFA juga akan berlaku. Karena itu upaya serius harus segera dilakukan untuk menyelamatkan eksistensi dunia sepak bola Indonesia di masa mendatang,” pungkas Nasir.
Sebelumnya, kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu malam.
Kericuhan tersebut bermula saat ribuan suporter Aremania merangsek masuk ke area lapangan setelah Arema FC kalah. Pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menyatakan bahwa pada sepanjang jalannya pertandingan berjalan dengan lancar. Namun, setelah pertandingan berakhir, pendukung Arema FC merasa kecewa dan beberapa diantara mereka turun ke lapangan.
Petugas pengamanan, kemudian melakukan upaya pencegahan dengan melakukan pengalihan agar para suporter tersebut tidak masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain. Dalam prosesnya, akhirnya petugas melakukan tembakan gas air mata.
Menurutnya, ditembakkannya gas air mata tersebut dikarenakan para pendukung tim berjuluk Singo Edan yang tidak puas dan turun ke lapangan itu telah melakukan tindakan anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan offisial.