TheTapaktuanPost | Labuhanhaji Timur. Sembilan tahun itu merupakan penantian waktu cukup lama apalagi untuk mengurus sebuah legalitas akta atau sertifikat surat tanah.
Namun hal itu tak berlaku bagi SMPN 4 Labuhanhaji Timur. Sejak berdiri tahun 2012 lalu, legalitas kepemilikan tanah sekolah yang berada di Gampong Kemumu Hulu itu hingga tahun 2021 ini belum ada kejelasan.
Pihak masyarakat bersama komite sekolah yang baru terpilih mengklaim tanah tersebut sudah menjadi milik sekolah (asset daerah), sementara ketua komite lama yang mengaku dirinya penggagas pertama berdirinya sekolah yang juga suami dari kepala sekolah (Kepsek) lama, Jamaludin, mengklaim bahwa tanah seluas 10 bambu sawah yang telah berdiri bangunan sekolah diatasnya, merupakan milik pribadinya yang dibeli dengan uang pribadi.
Untuk memperjelas informasi yang simpang siur ini, pada Selasa (10/8/2021) pagi, TheTapaktuanPost melakukan penelusuran dengan menjumpai langsung pihak-pihak terkait yang dinilai berkompeten mengungkapkan duduk perkara secara terang benderang membuka “kotak pandora” terkait persoalan yang sudah berlangsung lama dan berlarut-larut itu.
Kedatangan TheTapaktuanPost meninjau langsung lokasi SMPN 4 Labuhanhaji Timur disambut Kepala Sekolah Zikri S.Pd, Ketua Komite Hasanuddin, Bendahara Komite Sayuti S dan Wakil Ketua Komite M. Nasir. Tak hanya itu, usai melakukan peninjauan di Gampong Kemumu Hulu, pada hari yang sama TheTapaktuanPost juga menjumpai Camat Labuhanhaji Timur, Akhyar SH dan Sekretaris Komite SMPN 4 Labuhanhaji Timur, Ambrin. Termasuk menemui Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Selatan, Erdiansyah S.Pd diruang kerjanya.
Diungkapkan bahwa, pangkal persoalan yang mengakibatkan status tanah sekolah dimaksud belum ada legalitas (akta dan sertifikat) sampai saat ini karena ketua komite lama, Jamaludin, mengklaim tanah tersebut milik pribadinya. Padahal, berdasarkan bukti surat jual beli antara penjual dan pembeli porsil pertama seluas 6 bambu sawah pembelinya jelas tertulis pihak komite sekolah. Yang tanah porsil kedua seluas 4 bambu sawah juga tertulis dalam surat jual beli dibeli oleh komite sekolah tapi ada tertulis menggunakan uang pribadi Jamaluddin. Sedangkan porsil ketiga yang berada persis dipinggir jalan kabupaten (jalan gampong) seluas lebih kurang 7×23 meter yang saat ini telah berdiri rumah Jamaluddin dan sebagian lagi menjadi jalan akses keluar masuk ke sekolah sepenuhnya murni dibeli menggunakan uang pribadi Jamaluddin.

Sekretaris Komite SMPN 4 Labuhanhaji Timur, Ambrin, menyangkal keras tudingan Jamaludin yang menyebutkan pihak sekolah telah menyerobot tanahnya, malah sebaliknya Jamaluddin yang dituding telah menyerobot tanah milik sekolah. Soalnya, bangunan bagian dapur rumah Jamaludin dibangun telah melewati pagar sekolah sekitar 2 meter lebih ditambah lagi septic tank seluas sekitar 3 meter yang dibangun dalam perkarangan sekolah.
Menurutnya, bangunan bagian dapur dan septic tank rumah Jamaludin tersebut jelas-jelas dibangun diatas tanah milik sekolah. Sebab porsil pertama tanah sawah seluas 6 bambu itu jelas-jelas dibeli oleh Jamaludin atas nama komite sekolah.
“Terkait dari mana asal uang itu terserah yang pasti dalam bukti jual beli telah tertulis pembelinya atas nama komite sekolah sehingga tanah itu jelas menunjukkan milik sekolah,” tegasnya.
Sedangkan terkait tanah porsil kedua seluas 4 bambu sawah, kata Ambrin, karena tertera dalam surat jual beli pembelinya adalah komite sekolah menggunakan uang pribadi Jamaludin, maka masih membutuhkan kajian-kajian lebih lanjut untuk memperjelas apakah tanah tersebut milik komite sekolah atau milik pribadi Jamaludin.
Termasuk tanah porsil ketiga, meskipun dalam surat jual beli jelas tertera pembelinya atas nama pribadi Jamaludin, namun pihaknya tetap masih mempertanyakan legalitas surat tersebut. Sebab berdasarkan keterangan dan pengakuan pemilik tanah pertama, kata Ambrin, tanah tersebut bersedia dijual kepada Jamaludin untuk kepentingan akses jalan keluar masuk ke SMPN 4 Labuhanhaji Timur bukan untuk didirikan rumah pribadi Jamaludin.
Ia mengungkapkan, persoalan sengketa status tanah SMPN 4 Labuhanhaji Timur ini telah berulang kali dilakukan upaya penyelesaian secara persuasive dan kekeluargaan oleh pihaknya. Baik melibatkan perangkat gampong, pihak kecamatan hingga pihak kabupeten namun sayangnya sampai saat ini masih menemui jalan buntu.
Bahkan, kata dia, beberapa pejabat teras Pemkab Aceh Selatan mulai Kadis Pendidikan, Kadis Pertanahan, Asisten I Setdakab, Sekda hingga Bupati Aceh Selatan Tgk. Amran bersama beberapa orang anggota dewan asal Labuhanhaji Raya telah turun langsung ke lokasi hingga menemui langsung pihak Jamaluddin bersama keluarganya.
“Namun sayangnya, solusi penyelesaian baik yang difasilitasi oleh Kadis dan Sekda hingga difasilitasi langsung oleh Bupati Tgk. Amran hingga kini masih menemui jalan buntu. Pihak Jamaluddin masih mengklaim bahwa tanah sekolah itu milik pribadinya sehingga terkendala pihak dinas terkait membuat sertifikat tanah untuk didaftarkan sebagai inventaris asset daerah. Dampaknya adalah pemerintah tidak bisa mengucurkan anggaran untuk pengembangan sekolah tersebut lebih maju lagi, karena tidak ada legalitas tanah,” sesalnya.
Saat ditanya apakah pihak komite sekolah bersedia melakukan ganti rugi jika benar tanah tersebut milik Jamaludin? Ambrin menyatakan, jika Jamaluddin mampu membuktikan adanya utang piutang berdasarkan data-data konkrit bahwa benar tanah tersebut murni dibeli menggunakan uang pribadinya, tentu komite sekolah akan mencari jalan keluar terkait proses pembayarannya berdasarkan hasil keputusan rapat yang akan digelar bersama seluruh wali murid nantinya.
Namun demikian, pihaknya tetap meminta bukti bahwa apakah utang piutang itu tertera saat penyerahan asset antara kepala sekolah lama dengan kepala sekolah baru. Adakah berita acara rapat musyawarah komite sekolah dengan kepala sekolah dan rapat komite sekolah bersama wali murid terkait utang piutang tersebut.
“Karena prosedur sebuah organisasi, jika ketuanya berutang jika tidak dimusyawarahkan atau tidak diketahui secara bersama-sama tentu tidak valid dan legal. Karena komite sekolah itu bukan Jamaludin sendiri, melainkan ada ketuanya, ada wakilnya, ada sekretaris dan bendaharanya serta ada kepala sekolah dan wali muridnya. Maka seluruh terkait uang si A dan si B yang terpakai harus diketahui oleh semuanya yang dipaparkan dalam forum rapat lalu dituangkan dalam berita acara,” tandas Ambrin.

Kepsek SMPN 4 Labuhanhaji Timur, Zikri S.Pd dan Ketua Komite Hasanuddin menambahkan, masyarakat Kecamatan Labuhanhaji Timur khusus empat gampong masing-masing Kemumu Hulu, Kemumu Seberang, Kemumu Hilir dan Sawang Indah yang putra-putrinya menimba ilmu pengetahuan di sekolah tersebut sangat dirugikan dengan belum jelasnya status tanah sekolah tersebut hingga saat ini, karena terkendala bagi pemerintah mengembangkan sekolah tersebut.
“Kami selaku orang tua jelas-jelas sangat dirugikan, karena kami sangat ingin anak-anak kami bersekolah dengan nyaman dibangunan sekolah yang lebih representative,” gugat Hasanuddin.
Menurutnya, konflik status tanah yang terjadi selama ini terkesan seperti konflik yang sengaja dipelihara oleh Jamaluddin bersama istrinya yang solusi penyelesaiannya terus berlarut-larut tanpa ada kejelasan yang konkrit. Ia yang mengaku terlibat sebagai penggagas pertama berdirinya sekolah tersebut mengungkapkan, saat awal berdiri SMPN 4 itu pada tahun 2012 yang masih berstatus sekolah swasta, ikut andil menjadikan istri Jamaluddin, bernama Dewi Santi S.Pd.I menjadi kepala sekolah pertama.
Saat itu, cerita dia, Dewi Santi yang baru berstatus CPNSD 80% bertugas di SMP Kotoindarung, Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah. Dua malam dia menangis-nganis datang ke rumah Hasanuddin meminta dipindahkan, yang kemudian berhasil diurus dengan status Nota Dinas (ND) Plt. Kepala SMPN 4 Labuhanhaji Timur tersebut.
“Saya sendiri yang datang ke dinas terkait saat itu mengurus Dewi Santi pindah dari Kotoindarung. Mengingat waktu itu dia sedang hamil dan ini sudah ada sekolah baru dan berbagai pertimbangan lainnya waktu itu. Akhirnya dia berhasil pindah sampai di definitifkan,” ungkap mantan kombatan GAM ini.
Keanehan itu, kata Hasanuddin, mulai nampak muncul saat Dewi Santi sudah berstatus PNS definitive. Selaku kepala sekolah ia nampak mulai bermain dengan secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang ramai mengangkat suaminya sendiri bernama Jamaluddin sebagai ketua komite saat SMPN 4 sudah berstatus negeri sekitar tahun 2014. Bersamaan saat itu, juga tengah turun anggaran swakelola pembangunan gedung sekolah. Yang anehnya, kata Hasanuddin, meskipun saat itu kepala sekolah telah mengangkat Panitia Pembangunan Sekolah (P2S), namun tidak pernah dilibatkan saat proses pekerjaan pembangunan, melainkan hanya mengantongi SK saja.
“Atas dasar itulah saya katakan tadi, bahwa konflik sengketa tanah SMPN 4 ini seperti konflik yang sengaja dipelihara. Sebab tidak masuk akal, pembangunan sekolah yang dikelola oleh suami istri hingga Dewi Santi terakhir menjabat sebagai kepala sekolah tahun 2016, tapi terkait legalitas tanah bisa tidak tuntas-tuntas sampai saat ini. Bagi kami ini sangat tidak masuk akal alias aneh,” tegasnya.
Sementara, Kepala Sekolah SMPN 4 Labuhanhaji Timur sekarang ini, Zikri S.Pd mengungkapkan, keputusan Jamaluddin dan istrinya Dewi Santi S.Pd.I mendirikan rumah toko (Ruko) dipinggir akses jalan keluar masuk ke sekolah yang belakangan diketahui pasca sekolah berdiri sangat mengganggu proses belajar mengajar (PBM) para siswa.
Soalnya, dibagian atas lantai dua dan tiga bangunan Ruko tersebut dibuat sarang burung walet yang menimbulkan suara berisik cukup mengganggu proses belajar mengajar siswa setiap harinya. Belum lagi kondisi sarana dan prasarana yang semakin banyak rusak sehingga tidak mendukung lagi untuk kemajuan pembelajaran peserta didik. Termasuk sempitnya halaman perkarangan sekolah yang menghambat aktivitas bermain siswa. Sementara program pemerintah ingin membangun bangunan fisik yang baru mengalami kendala terkait legalitas status tanah.
“Jika kondisi ini tidak segera dicari solusi konkrit, dengan berbagai pertimbangan keberadaan sekolah ini sudah tidak strategis dan tidak mendukung lagi. Bangunan dan perkarangan selebar ini layaknya sekolah TK atau PAUD,” ucapnya.

Jamaluddin Mengaku Membeli Lahan dengan Uang Pribadi
Mantan Ketua Komite SMPN 4 Labuhanhaji Timur, Jamaluddin, yang dimintai konfirmasi secara terpisah oleh TheTapaktuanPost menegaskan bahwa, seluruh lahan sekolah tersebut benar dibeli atas nama komite sekolah namun menggunakan uang pribadinya. Total uang pribadi dia membeli tanah tersebut mencapai Rp. 54 juta.
“Lahan sawah porsil pertama memang tidak saya terakan secara jelas atas nama saya, tapi benar-benar menggunakan uang pribadi saya sama dengan saat pembelian lahan sawah porsil kedua dengan totalnya Rp. 54juta. Sedangkan tanah porsil ketiga murni saya beli secara pribadi. Tidak ada perjanjian peruntukannya untuk akses jalan keluar masuk ke sekolah dengan pemiliknya dan saat ini tanah yang sudah berdiri rumah saya itu status suratnya sudah dalam bentuk akta jual beli,” ujarnya.
Ia mengaku pada tahun 2018 lalu sudah ada niatnya akan menghibahkan tanah porsil pertama dan kedua itu kepada pihak sekolah. Bahkan, setelah menyurati Pemkab Aceh Selatan, ia sempat membayar uang pembuatan akta jual beli sebesar Rp. 1 juta di Kantor Camat Labuhanhaji Timur. Namun belakangan niat itu ia batalkan kembali pasca ada oknum tertentu yang coba bermain dengan cara melakukan pengukuran berbeda tanpa melibatkan dirinya.
“Sayangnya, persis Hari Senin selesai saya ukur tanah disaksikan juru ukur dan saksi sebatas pada Hari Selasa sudah di ukur ulang tanpa sepengetahuan saya. Sampai saat itu Camat Labuhanhaji Timur M. Nur marah kepada Sekcam, sebab menurut camat, untuk apa di ukur ulang tanpa sepengetahuan pemilik tanah, yang namanya tanah hibah dari masyarakat harus diterima berapa luasnya yang akan dihibahkan, jangan justru melakukan pengukuran ulang tanpa sepengetahuan pemiliknya,” ungkap pria yang berstatus PNS bertugas di Kabupaten Abdya itu.
Sejak saat itulah, lanjut Jamaluddin, ia tidak memproses lagi rencana hibah tanah SMPN 4 tersebut karena ia menilai tidak ada niat baik dari pihak tertentu untuk menyelesaikan.
“Saya merasa seperti tidak dihargai, sebab dari awal saya penggagas pertama tanah saya beli sendiri tapi kenapa saya diperlakukan seperti itu. Meskipun demikian, keberadaan sekolah itu tidak pernah saya ganggu, tapi kenapa tetap juga saya di sudutkan,” sesalnya.
Jamaluddin mengakui bahwa, sejak SMPN 4 masih berstatus swasta tahun 2012 istrinya bernama Dewi Santi S.Pd.I sudah menjabat sebagai Plt. Kepala Sekolah dan dirinya saat itu menjabat sebagai bendahara komite. Ia baru menjabat sebagai Ketua komite Sekolah pada tahun 2014 setelah SMPN 4 berstatus negeri.
Menurutnya, anggaran swakelola pendirian gedung sekolah pertama turun pada tahun 2014. Peruntukan anggaran tersebut khusus untuk pembangunan fisik tidak ada untuk pengadaan tanah. Makanya untuk pengadaan tanah, ia beli dengan uang pribadinya.
“Karena memang saya sendiri penggagas berdirinya SMPN 4 Labuhanhaji Timur ini. Setelah saya gagas pendirian SMK Labuhanhaji Timur pada tahun 2009, kemudian saya lanjutkan pendirian SMPN 4 tersebut, ini murni usaha saya dalam rangka membangun dan memajukan dunia pendidikan dikampung halaman,” ujarnya.
Kemudian, sambung Jamaluddin, pada tahun 2020 dirinya bersama Sekdakab Aceh Selatan dan Kepala Dinas Pendidikan sudah berupaya untuk membebaskan lahan baru yang berada di samping bangunan SMPN 4. Maksud Sekda dan kadis saat itu, ujarnya, sisa lebih uang dari pengadaan lahan baru tersebut akan di sisihkan untuk membayar uangnya membeli lahan SMPN 4 sebelumnya sebesar Rp. 54 juta.
“Saya waktu itu disuruh cari perluasan lahan, hasil dari pengadaan lahan baru itu sisa lebih uangnya akan dibayar uang saya Rp. 54 juta. Namun yang anehnya, saat pejabat tersebut turun melakukan pengukuran lahan, justru bukan lahan baru itu yang diukur tapi justru tanah pribadi saya yang di ukur. Sehingga kembali tidak ada titik temunya sampai saat ini. Sampai istri saya di mutasikan ke Trumon,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Jamaluddin juga membantah lokasi pendirian SMPN 4 tersebut sengaja dipindahkan secara sepihak dari Gampong Kemumu Seberang ke Kemumu Hulu. Ia membenarkan saat itu sempat menyurvei beberapa lokasi termasuk di Kemumu Seberang, namun setelah dilakukan kajian teknis lokasi yang layak itu di lokasi SMPN 4 saat ini sesuai pertimbangan teknis yang disampaikan pihak dinas terkait.
Ia juga membantah pengakuan Ketua Komite SMPN 4 Labuhanhaji Timur, Hasanuddin, yang mengklaim ikut andil memindahkan istrinya dari SMP Kotoindarung, Manggamat, Kecamatan Kluet Tengah ke SMPN 4 Labuhanhaji Timur.
“Tidak benar itu, faktanya Hasanuddin itu orang yang saya ajak ikut saya saat menjumpai kadis pendidikan. Saat itu, dia saya kasih uang Rp. 100 ribu. Terkait pemindahan istri saya murni saya urus sendiri. Didukung pertimbangan pihak dinas saat itu, keberadaan sekolah baru lebih tepatnya dipimpin oleh orang kampung setempat jangan orang luar. Hal itu disampaikan langsung oleh Kadis Pendidikan Pak Karman saat itu,” kata Jamaluddin.
Sedangkan terkait sarang burung walet dilantai dua dan tiga Rukonya, yang keberadaannya dinilai mengganggu kenyamanan dan konsentrasi para siswa saat berlangsungnya proses belajar mengajar, juga dibantah oleh Jamaluddin. Menurutnya, suara berisik dan bising sarang burung waletnya tersebut bisa dikontrol terlebih proses belajar mengajar para siswa tidak berlangsung selama 24 jam. Termasuk terkait kelangsungan pengembangan SMPN 4 dimasa mendatang yang terkendala akibat belum adanya legalitas status tanah, menurut Jamaluddin, hal itu sudah diluar sepengetahuan dan diluar kewenangannya, karena ia sudah tidak lagi menjabat sebagai komite sekolah.
“Pergantian saya pun tanpa sepengetahuan saya, padahal apa salahnya saya dipanggil saat berlangsungnya rapat sehingga bisa saya paparkan laporan pertanggungjawaban. Saat ini saya benar-benar sudah tidak dilibatkan lagi,” sesalnya.