TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Rencana pengembangan objek Agrowisata Sigantang Sira, Puncak Pinto Angen, Gunong Kapho, Kecamatan Trumon, yang digagas oleh salah seorang pengusaha yang juga pegiat wisata di Aceh Selatan, Tgk. Abrar Muda, yang keberadaannya mulai kesohor ke berbagai penjuru belahan dunia kini mulai ramai diperbincangkan ditengah masyarakat.
Perhatian publik ternyata tak hanya karena keindahan alamnya yang begitu mempesona sehingga telah memikat daya tarik ratusan pengunjung, tapi ada juga pihak yang mempertanyakan keharusan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Tapi pendapat ini dibantah oleh pegiat LSM dan pejabat berwenang dibidang kehutanan yang juga mantan aktivis lingkungan di Aceh Selatan.
Koordinator LSM Pusat Kajian Analisis Transaksi Publik (PUKAT) Aceh, Deri Friadi S.Hi mengatakan, kajian AMDAL untuk sebuah pekerjaan proyek besar memang dibutuhkan, tapi keharusan dilakukan kajian AMDAL terhadap pengembangan objek agrowisata Puncak Sigantang Sira dinilai tidak tepat dan cenderung salah alamat.
Soalnya, kata Deri, rencana yang akan dibangun dilokasi tersebut bukanlah rencana lokasi pembangunan Gedung Perkantoran yang bertingkat-tingkat, Hotel atau Jalan. Melainkan objek agrowisata yang memadukan antara objek wisata pemandangan alam yang cukup eksotis dengan tanaman-tanaman pertanian produktif dengan tetap menjaga kelestarian alam. Terlebih lokasi tersebut berada sangat jauh dari kawasan pemukiman penduduk.
“Lokasi tersebut merupakan bekas lahan pertanian holtikultura yang telah dikelola sejak zaman dulu secara turun-temurun oleh masyarakat (sejak nenek monyang zaman dulu). Apalagi lokasi tersebut jelas-jelas tidak masuk dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi maupun suaka marga satwa rawa Singkil-Trumon,” kata Deri Friadi kepada TheTapaktuanPost, Rabu (17/2/2021) malam.
Konsep yang dibangun pun di agrowisata tersebut, ujar Deri, juga konsep yang ramah lingkungan dengan tetap mempertahankan kelestarian tanaman-tanaman atau pohon-pohon besar yang telah lebih dulu ada sebelumnya.
“Yang namanya agrowisata itukan perpaduan objek wisata dengan tanaman pertanian produktif. Dilokasi tersebut saat ini terlihat sudah mulai ditanam berbagai jenis tanaman produktif seperti durian musangking, jengkol, pinang, pisang, rambutan dan lain-lain. Sementara pohon-pohon besar yang telah lebih dulu ada seperti pohon damar (simantok), meranti dan lain-lain terlihat tetap dipertahankan bahkan akan ditambah lagi dengan penanaman bibit-bibit pohon baru ke depannya. Jadi tidak tepat jika dituding merubah bentang alam, sebab faktanya dilapangan justru akan menambah kelestarian alamnya,” ujar Deri.
Karena itu, Deri meminta kepada pihak-pihak tertentu tidak menyeret rencana pengembangan objek wisata Puncak Sigantang Sira tersebut ke ranah politik untuk kepentingan elit-elit politikus tertentu. Seharusnya, kata Deri, pemerintah dan masyarakat patut berterimakasih dan mendukung penuh upaya-upaya pengembangan objek destinasi wisata baru yang sedang digagas oleh salah seorang pengusaha yang juga pegiat wisata di Aceh Selatan.
Sebab, sambung Deri, dengan menggunakan dana sendiri beliau bersedia menanamkan modalnya (investasi) membangun agrowisata yang ramah lingkungan di Aceh Selatan, dimana jika rencana ini akan terwujud sesuai rencana awal, maka secara otomatis selain akan meningkatkan kontribusi PAD bagi daerah juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat karena selain akan menyerap tenaga kerja lokal juga akan tumbuh unit-unit usaha baru disekitar lokasi tersebut nantinya.
“Dan yang penting harus digaris bawahi lagi adalah lokasi tersebut awalnya merupakan lokasi puncak gunung yang tidak tergarap selama ini (lahan terlantar). Saya yang putra asli Bakongan sangat faham dan kenal betul lokasi tersebut yang selama ini dipenuhi semak belukar rumput ilalang. Lahan ini merupakan lahan tandus dan kritis yang sudah lama di tinggal oleh masyarakat. Kemudian ada pengusaha local secara khusus membelinya pada masyarakat ingin mengembangkan objek agrowisata yang ramah lingkungan, sepatut dan sewajarnya kita dukung, jangan justru mematahkan semangat beliau,” sesal Deri.
Bukan Lokasi Tangkapan Air Besar
Penegasan senada juga disampaikan Kepala KPH wilayah VI Subulussalam, Irwandi Pante S.P.,M.P. Menurutnya, lokasi rencana pengembangan objek Agrowisata Puncak Sigantang Sira merupakan bukan wilayah yang masuk dalam kawasan hutan melainkan kawasan lahan Areal Penggunaan Lain (APL) yang selama ini dikelola oleh masyarakat petani. Selain itu, lokasi tersebut juga bukan wilayah tangkapan air yang besar.
Ia juga menyatakan, berdasarkan amatan pihaknya struktur tanah dilokasi tersebut terdiri dari struktur tanah yang cukup keras karena bercampur dengan bebatuan. Apalagi struktur tanah dilokasi tersebut bukan tanah jenis ultisol. Sebab kalau tanah jenis ultisol merupakan jenis tanah yang cepat merangsang terjadinya longsor. Karena tanah diwilayah itu terdiri dari tanah yang berbatuan, maka dinilai tidak begitu beresiko.
“Karena itu, dari pandangan saya yang juga pernah berkecimpung didunia LSM lingkungan dan salah seorang tim AMDAL kabupaten, lokasi yang rencananya akan dikembangkan objek agrowisata tersebut pada prinsipnya tidak harus di urus kajian AMDAL, karena areal rencana pembangunannya tidak lebih dari 200 hektar. Pada prinsipnya kalau menurut pendapat saya, cukup mendapatkan rekomendasi izin lingkungan sudah cukup,” tegas Irwandi Pante.
Menurutnya, pembukaan tanah untuk membuka akses jalan untuk mendukung pengembangan objek wisata dinilai masih bisa di tolerir karena lokasi yang akan dijadikan objek Agrowisata yang ramah lingkungan tersebut tidak terjadi perubahan bentang alam secara signifikan, melainkan hanya di tata pembukaan akses jalan seadanya.
“Saya rasa, langkah Tgk. Abrar Muda selaku penggagas objek agrowisata Sigantang Sira tetap mempertahankan keasrian tanaman dan pohon-pohon besar dilokasi tersebut sudah sangat tepat. Yang terpenting itu adalah tetap menjaga kelestarian alamnya,” ujar Irwandi.
Itu sebabnya, lanjut Irwandi, ia sangat haqqul yakin sebelum lokasi tersebut dibuka, Tgk. Abrar Muda selaku penggagas sudah terlebih dulu melakukan studi kelayakan. Sebab jika tidak mendukung maka tidak mungkin lokasi objek Agrowisata tersebut dibuka sebagai objek wisata alam yang memadukan keindahan pesona alam dengan tanaman-tanaman pertanian produktif.
“Terlebih lagi, saya melihat sebelum lokasi tersebut dibuka lahan dilokasi itu termasuk lahan gundul dan kritis tidak digarap. Malahan setelah dibuka, saya melihat lahan dikawasan itu berubah menjadi lahan produktif karena sudah di tanami berbagai jenis tanaman. Sehingga suasananya menjadi lebih hidup dan kita harapkan melalui penanaman tanaman-tanaman itu nantinya lokasi tersebut akan lebih lestasi dan hijau,” imbuh Irwandi.
Seharusnya, kata Irwandi, semua pihak harus mendukung investasi pengembangan objek wisata yang bernuansa pelestarian alam dan nilai-nilai positif seperti Agrowisata tersebut. Sehingga akan mempercepat kemajuan pembangunan daerah dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Agrowisata ini kan dipadukan pengembangan objek wisata keindahan pemandangan alam dengan pengembangan tanaman pertanian produktif sehingga lebih sinergi yang pada akhirnya akan terwujud multiple effect bagi kemajuan daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat,” ucapnya seraya kembali berharap kepada semua pihak agar mendukung upaya-upaya investasi yang akan memberi kontribusi PAD bagi daerah dengan tetap menjaga kelestarian alam.
Sementara, penggagas pengembangan objek Agrowisata Puncak Sigantang Sira, Trumon, Tgk. Abrar Muda kembali menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen kuat tetap menjaga kelestarian alam di lokasi tersebut. Salah satunya, selain tetap mempertahankan kelestarian tanaman dan pohon-pohon kayu besar ke depannya juga akan terus menanam bibit-bibit tanaman dan pohon-pohon kayu yang baru sehingga diharapkan nantinya lokasi tersebut akan bertambah hijau dan asri.
“Bahkan ke depannya, akan ada penelitian-penelitian dan perawatan pohon-pohon kayu besar yang kelestariannya tetap kita pertahankan. Melalui langkah itu diharapkan agar pertumbuhannya tetap terjaga dan akan selalu hijau,” kata Tgk. Abrar Muda.
Menurutnya, langkah pengembangan objek Agrowisata Puncak Sigantang Sira merupakan bagian dari terobosan dirinya selaku pihak swasta dengan menanamkan investasi sendiri ingin menciptakan destinasi (spot) wisata baru yang bernuansa keindahan pemandangan alam yang dipadukan dengan keasrian tanaman-tanaman produktif yang hijau, sehingga minat para wisatawan berkunjung ke Kabupaten Aceh Selatan akan meningkatkan drastis ke depannya.
“Untuk mewujudkan impian besar ini tentu membutuhkan dukungan dari semua pihak. Sebab seperti kata orang bijak, untuk meraih keberhasilan besar maka harus berani dan diawali dari mimpi-mimpi besar. Kita harus bulatkan tekad bergerak bersama memajukan daerah kita tercinta ini,” ajak Tgk. Abrar Muda.
Oleh sebab itu, Tgk. Abrar Muda juga mengharapkan dan meminta kepada dinas terkait di jajaran Pemkab Aceh Selatan untuk turun langsung melihat lokasi rencana pengembangan objek Agrowisata Sigantang Sira di Puncak Gunong Kapho, Trumon, jangan justru hanya melayani pihak LSM dan Media tertentu di meja kantornya saja.
“Kita harapkan pihak dinas terkait turun untuk melihat langsung Puncak Sigantang Sira. Apa benar seperti yang di tuding itu? Jangan hanya melayani pihak LSM dan media tertentu di meja kantornya saja,” pinta Tgk. Abrar Muda.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Selatan, Mirjas Syahputra S.Si yang dihubungi oleh TheTapaktuanPost via sambungan telepon Rabu (17/2/2021) malam, seperti enggan berkomentar karena belum mengetahui duduk persoalan secara utuh.
“Nantilah, abang pelajari dulu,” ucap Mirjas singkat yang mengaku sedang berada di Banda Aceh dalam sebuah urusan dinas.