Uang dan Kebahagiaan

Oleh : MUCHAMAD ZAID WAHYUDI

BAHAGIA menjadi salah satu pilar penting kesejahteraan, cerminan baiknya kesehatan mental masyarakat. Sebagian orang meyakini uang bisa membeli kebahagiaan, tetapi banyak pula yang menganggap tak perlu uang untuk bahagia.

Bacaan Lainnya

Nyatanya, ada syarat dan kondisi tertentu yang membuat uang bisa membahagiakan. Salah mengelola uang bisa menjerumuskan kita dalam penderitaan dan penyesalan.

Pertarungan ide manfaat uang bagi kebahagian telah bergulir lama. Mereka yang percaya uang bisa membeli kebahagiaan menganggap kekayaan, uang yang banyak, menjadikan seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk menentukan pilihan dan kendali lebih besar atas hidupnya. Orang dengan pendapatan tinggi juga cenderung melaporkan perasaan yang lebih positif, lebih bahagia, dan produktif.

Karena itu, hampir semua negara mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi demi meningkatkan pendapatan rakyatnya dengan asumsi bisa membahagiakan mereka.

Negara-negara yang masuk peringkat tertinggi dalam Laporan Kebahagiaan Dunia (WHR) 2023 adalah negara dengan pendapatan per kapita tinggi. Dari 137 negara yang disurvei, kebahagiaan orang Indonesia ada di peringkat ke-84.

Namun, demi mengejar uang yang dianggap bisa membahagiakan, banyak orang rela banting tulang hingga tak ada waktu buat diri sendiri, keluarga, ataupun membangun relasi sosial.

Kerja keras membuat mereka bisa membeli segala yang diinginkan, memberikan kepastian finansial pada keluarga, atau banyak beramal. Namun, mereka lupa mengejar hobi atau menikmati waktu untuk menyenangkan diri sendiri.

Sementara itu, relasi kebahagiaan dengan tingginya pendapatan juga dianggap kurang bukti komprehensif. Banyak warga di negara berpendapatan tinggi dan dianggap bahagia harus menghadapi tekanan stres, depresi, penggunaan obat penenang, hingga tingkat bunuh diri yang tinggi.

Selain itu, studi Sara Miñarro dan rekan di PLOS One, 13 Januari 2021, menemukan masyarakat miskin perdesaan di negara berpendapatan rendah justru melaporkan kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan warga perkotaan dan berpendapatan lebih besar.

Mereka yang tinggal di perdesaan lebih punya waktu berkumpul bersama keluarga dan menikmati alam. Artinya, kebahagiaan tidak terkait dengan uang semata.

Analisis lebih dari 8 juta judul buku yang didigitalisasi di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Italia pada 1820-2009 menunjukkan kekayaan memang membawa kebahagiaan.

Namun, studi yang dilakukan Thomas T Hills dan rekan serta dipublikasikan di Nature Human Behaviour, Desember 2019, itu juga menemukan kesehatan, usia harapan hidup, konflik bersenjata, dan kehancuran akibat perang lebih memengaruhi kebahagiaan masyarakat.

Meski studi menunjukkan uang bisa membeli kebahagiaan, semakin banyak uang tidak otomatis meningkatkan kebahagiaan. Ada batas tertentu yang menentukan tingkat kebahagiaan seseorang terhadap uang yang dimiliki.

Penelitian Matthew Killingsworth dan rekan di Proceedings of the National Academy of Sciences, 1 Maret 2023, menemukan semakin banyak uang memang membuat seseorang makin sejahtera.

Namun, saat penghasilan tahunan mereka mencapai 75.000 dollar AS atau sekitar Rp 94 juta per bulan, maka tingkat kebahagiaan mereka menjadi stagnan. Artinya, saat pendapatan mereka lebih dari batas itu, uang tidak lagi menjadi sumber kebahagiaan.

Memiliki lebih banyak uang memang memberikan seseorang kebebasan yang lebih besar dan otonomi lebih luas atas hidupnya. Meski uang baik untuk kebahagiaan, orang yang menjadikan uang sebagai ukuran kesuksesan cenderung kurang bahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak menjadikan uang sebagai patokan keberhasilan.

Uang sebagai sarana mencapai kebahagiaan memang memiliki syarat dan ketentuan. Alasan atau motif seseorang untuk menjadi lebih kaya akan menentukan seberapa jauh uang yang dimiliki akan memberikannya kebahagiaan.

Arash Emamzadeh, ahli neuropsikologi di Universitas British Columbia, Kanada, di The Psychology Today, 22 Januari 2022, mengatakan, sepanjang uang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia: pangan, sandang, dan papan, uang akan membuat bahagia.

Namun, saat uang yang mencapai miliaran rupiah digunakan untuk memenuhi ambisi duniawi, membelanjakannya untuk barang-barang mewah, atau melakukan hal-hal yang menurut dia bisa membahagiakan, maka potensi uang untuk lebih membahagiakan justru berkurang.

Materialisme cenderung berdampak buruk pada kesehatan mental karena individu yang materialistis berpotensi lebih besar untuk menghabiskan uangnya secara impulsif guna tampil lebih baik daripada orang lain dan menutupi keraguan diri.

Uang yang besar akan tetap membahagiakan jika digunakan untuk meningkatkan otonomi atau kendali diri, mempelajari hal atau keterampilan baru, membangun ikatan sosial yang lebih baik, hingga berbagi dengan orang lain.

Kemanfaatan dari sisa kekayaan yang telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok akan sangat bergantung pada bagaimana dan untuk siapa uang tersebut dibelanjakan.

Agar bisa tetap bahagia dengan uang lebih yang kita miliki, Elizabeth Dunn dan Lara Aknin, penulis buku Happy Money: The Science of Smarter Spending (2013) yang dikutip The Psychology Today, 22 Desember 2022, menyarankan untuk menggunakan uang itu untuk membeli pengalaman baru yang disukai.

Jika suka memasak, uang itu bisa digunakan untuk membeli alat masak baru. Bisa juga bermain dengan cucu, berenang dengan lumba-lumba, hingga menjadi sukarelawan untuk membantu penyintas bencana.

Selain itu, atur waktu sebaik mungkin karena kekurangan waktu termasuk salah satu bentuk kemiskinan. Jika kantormu jauh dari rumahmu, pikirkan untuk mencari hunian lebih dekat meski lebih sempit sehingga kamu bisa memanfaatkan waktu luangmu lebih baik. Rancanglah hal-hal menarik, seperti sesekali makan malam di luar sehingga lebih terasa istimewa.

Syukur adalah salah satu upaya yang mendorong kebahagiaan. Syukur bukan tentang membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, tetapi fokus untuk diri sendiri. Dengan bersyukur, maka segala sesuatu bisa dilihat dari sisi positif.

Utang juga cenderung membuat bertambah stres. Karena itu, penting untuk berinvestasi atau membeli sesuatu di depan dan menikmati hasilnya di kemudian hari.

Jangan lupa berbagi dengan orang lain karena kebahagiaan yang datang dari memberikan sesuatu kepada orang lain lebih tinggi dibandingkan dengan memberikan untuk diri sendiri. Kebahagiaan itu bukan tentang apa yang kita miliki, melainkan apa yang kita jalani sehari-hari.

Hal lain yang penting untuk bahagia adalah menjaga diri. Cukup tidur dan berolahraga teratur akan mendorong suasana hati lebih positif. Jangan abaikan makanan sehat. Meski makanan manis bisa membuat bahagia, ada risiko yang dikandungnya.

Individu dewasa juga cenderung dipusingkan dengan urusan kebutuhan ekonomi, tetapi studi menunjukkan orang secara alamiah akan menjadi lebih bahagia saat berumur lebih dari 50 tahun ketika keuangan menjadi lebih stabil dan mereka bisa lebih fokus pada hal-hal sederhana yang membahagiakan.

Untuk tidak terjebak dalam materialisme yang mendorong orang terus meningkatkan keinginannya, membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak membahagiakan, Sonja Lyubomirsky, profesor psikologi Universitas California Riverside, AS, dan penulis buku The How of Happiness (2008) menekankan pentingnya memupuk rasa syukur atas apa yang telah kita miliki.

Kepala Pusat Bimbingan dan Konsultasi Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta, Meiske Yunithree Suparman, Senin (13/3/2023), mengatakan, syukur adalah salah satu upaya yang mendorong kebahagiaan.

Syukur bukan tentang membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, melainkan fokus untuk diri sendiri. Dengan bersyukur, maka segala sesuatu bisa dilihat dari sisi positif.

Tidak salah menjadikan uang sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan. Namun, jangan jadikan uang sebagai tujuan kebahagiaan hingga lupa menikmati prosesnya.

Jika bahagia dipandang sebagai satu titik tujuan, dikhawatirkan kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan itu. Karena sejatinya, di sepanjang proses menuju kebahagian yang kita cita-citakan itu, kita tetap bisa bahagia.

Jadi, sudah bahagiakah Anda hari ini?

Pos terkait