TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Kegaduhan internal yang berpotensi menghancurkan kredibilitas dan eksistensi Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Aceh Selatan terus menuai sorotan tajam publik di daerah itu.
Koordinator Forum Peduli Aceh Selatan (For-PAS), T. Sukandi, mewakili masyarakat setempat menyarankan kepada pihak terkait yang bertanggungjawab agar mencari pangkal persoalannya lalu membuang atau mengeluarkannya sebagai solusi konkret mengakhiri polemik tersebut.
“Jika benar, pangkal persoalan ini gara-gara disita HP anak Plt. Kadis Dayah, maka lebih solutif anak pejabat tersebut dikeluarkan dari MUQ bukan justru guru yang dipecat,” kata T. Sukandi kepada wartawan di Tapaktuan, Minggu (19/10/2025).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional serta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan.
Menurut Sukandi, sekolah punya hak otonom dalam membuat aturannya sendiri yang sifatnya positif dan edukatif diantaranya dalam proses belajar mengajar untuk membentuk karakter, disiplin dan tanggung jawab pada diri peserta didik.
Namun kondisi yang sangat miris dan tragis justru kini sedang menimpa dan mendera MUQ yang merupakan satu-satunya lembaga pendidikan penghafal Al-Quran kebanggaan masyarakat Aceh Selatan. Penyebabnya ada seorang santri yang merupakan anak pejabat Aceh Selatan meskipun telah berulang kali melakukan pelanggaran berat namun tetap saja dengan terpaksa masih di tolerir oleh manajemen MUQ.
Berdasarkan data yang dihimpun Koordinator For-PAS, T. Sukandi, pelanggaran berat yang telah dituangkan kedalam Surat Pernyataan Pelanggaran berdasarkan kesalahan santri tersebut yaitu : membawa HP tanpa izin, sering cabut malam, jarang shalat jama’ah, tidak mengikuti ujian marhalah dan chatingan dengan santriwati bukan mahramnya.
Surat Pernyataan pelanggaran tersebut di tandatangani oleh orang tua santri bersangkutan yang notabenenya Plt. Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh Selatan serta di ketahui dan ditandatangani oleh pimpinan Dayah/pesantren MUQ Aceh Selatan dengan Nomor Surat : 044/MUQAS/2025 tertanggal 13 Oktober 2025.
“Mirisnya dari peristiwa diatas setelah saya telusuri dengan melakukan komunikasi langsung pada saksi-saksi terkait dalam struktur manajemen Yayasan MUQ Aceh Selatan. Saya dapatkan informasi berdasarkan konfirmasi faktual valid dan akurat bahwa kronologis peristiwa diawali dengan telah ditemukan pada santri dimaksud membawa HP tanpa izin,” ungkap T. Sukandi.
Berdasarkan peraturan yayasan, kata Sukandi, terhadap HP yang ditemukan tersebut langsung di sita oleh kepala asrama MUQ, tetapi sayangnya santri itu justru tidak dapat menerimanya dengan memperlihatkan sikap membangkang, berteriak dan melempar bangunan asrama yang membuat gaduh sehingga para santriwati lainnya berhamburan keluar asrama ingin tahu gerangan apa yang telah terjadi di asrama mereka.
“Dari kejadian tersebut esok harinya orang tua santri yang merupakan pejabat Dinas Pendidikan Dayah Aceh Selatan itu menghubungi kepala asrama untuk meminta supaya HP anaknya dikembalikan. Terkesan orang tua santri tersebut merasa takut pada anaknya sendiri sehingga dapat dinilai orang tua yang seperti itu dipastikan sudah keluar dari etika moral sebagai seorang orang tua yang baik,” sesal Sukandi.
“Maka bila nilai moral yang seperti ini melekat pada diri seorang pejabat pemerintah sudah barang tentu user yang mengangkat penjabat ini sudah keliru karena bila pejabat seperti ini diangkat tidak berdasarkan dengan keahliannya maka tunggu saja akan datang kehancuran,” pungkas T. Sukandi.





