TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Pemkab Aceh Selatan menilai lucu dan aneh terkait permintaan pengacara Jasman HR, Muhammad Reza Maulana S.H, meminta Bupati Aceh Selatan Tgk. Amran harus ikut ditetapkan sebagai tersangka pasca kliennya ditetapkan statusnya sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
“Sama sekali tidak ada hubungan kausalitas serta dasar hukum meminta Bupati Aceh Selatan juga harus ikut ditetapkan tersangka. Bapak Bupati berniat baik memfasilitasi perselisihan yang terjadi antara Jasman HR dengan pihak perusahaan dengan tetap bersikap netral demi terwujudnya pembangunan pabrik CPO yang telah lama dinanti-nantikan oleh masyarakat,” kata Sekda Aceh Selatan, Cut Syazalisma S.STP kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Sabtu (16/10/2021).
Penegasan ini disampaikan Sekda Aceh Selatan didampingi Asisten II Setdakab Drs. HT. Darisman dan Kabag Hukum Iwan Kesuma Putra SH serta Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setdakab, Deka Harwinta Zianur SH,M.Ikom, menyikapi pemberitaan yang disampaikan pengacara Jasman HR dilansir Portal Berita www.portalsatu.com pada Jumat (15/10/2021) dengan judul “Pengacara Warga Krueng Luas Minta Polisi Tetapkan Bupati Aceh Selatan Sebagai Tersangka”.
Sekda Cut Syazalisma mengatakan, pelaksanaan pengukuran dan pemancangan patok kayu di lahan PKS milik PT. Aceh Trumon Anugerah Kita (ATAK) bukan perbuatan melanggar hukum (tidak memenuhi unsur delik pidana) karena pelaksanaan pengukuran lahan tersebut dilaksanakan atas dasar hasil kesepakatan rapat.
Rapat yang difasilitasi oleh Pemkab Aceh Selatan di Aula Kantor Bupati pada Kamis (29/7/2021) tersebut, dihadiri langsung Jasman HR bersama manager PT. ATAK, hadir juga Camat Trumon Timur, Husin S.Pd, Kapolsek dan Danramil Trumon Timur, Keuchik Gampong Kapa Sesak, Keuchik Gampong Jambo Dalem dan beberapa pihak lainnya.
Apalagi, pengukuran lahan tersebut dilakukan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), dihadiri dan disaksikan oleh pihak Pemkab Aceh Selatan, TNI/Polri, pejabat Muspika, perangkat gampong serta masyarakat.
“Bahkan, kalau kita mau buka-bukaan lagi berdasarkan point penting dalam notulen rapat, Jasman HR sendirilah yang meminta langsung agar dilakukan pengukuran ulang lahan kebun sawit miliknya yang telah di jual kepada PT. ATAK tersebut. Kami pastikan bahwa seluruh kelengkapan dokumen rapat masih tersimpan utuh dan lengkap,” tegas Cut Syazalisma.
Menurut Cut Syazalisma, posisi Pemkab Aceh Selatan disini hanya memfasilitasi penyelesaian perselisihan lahan antara kedua belah pihak. Bupati Aceh Selatan Tgk. Amran, kata Cut Syazalisma, berinisiatif melakukan langkah ini bertujuan agar program pembangunan pabrik CPO yang sudah lama dimimpi-mimpikan oleh masyarakat Aceh Selatan segera terwujud. Dan terhadap pihak investor yang telah bersedia menanamkan investasi (modalnya) merasa nyaman dan senang mengembangkan usahanya di Kabupaten Aceh Selatan.
“Perlu digaris bawahi bahwa niat baik serta tulus ikhlas Pak Bupati menyelesaikan perselisihan itu untuk mewujudkan investasi di daerah ini dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat, dan memang kewajiban pemerintah daerah menjamin kenyamanan investor menanamkan modalnya dalam daerah,” ungkap Cut Syazalisma seraya menyatakan dalam rapat itu Bupati Tgk. Amran dengan tegas menekankan bahwa Pemkab Aceh Selatan tetap bersikap netral serta meminta kepada kedua belah pihak agar menahan diri tidak melakukan tindakan yang membuat semakin runcing persoalan serta para pihak tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Sementara dalam perjalanannya kemudian pihak PT. ATAK memutuskan melaporkan Jasman HR ke Polres Aceh Selatan hingga statusnya kini telah ditetapkan sebagai tersangka, menurut Sekda Aceh Selatan, mungkin saja telah terjadi perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Jasman HR diluar yang telah disepakati dalam rapat. Mungkin saja tindakan tersebut dinilai telah menganggu atau merugikan pihak PT. ATAK sehingga dianggap telah memenuhi unsur delik pidana.
Terkait hal itu, kata Cut Syazalisma, sama sekali tidak ada kaitan atau bukan menjadi tanggungjawabnya Bupati Aceh Selatan karena pengukuran yang dilakukan hanya untuk menyesuaikan dengan dokumen kepemilikan yang dimiliki oleh PT. ATAK dan pemasangan patok kayu hanya untuk memudahkan pihak BPN dalam melakukan pengukuran. Kemudian terkait kejelasan duduk perkara hingga Jasman HR telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka oleh pihak kepolisian adalah ranahnya pihak Polres Aceh Selatan, pihak PT. ATAK dan pihak Jasman HR sendiri yang lebih mengetahuinya.
“Dengan demikian sangat keliru dan tidak beralasan hukum jika Bupati Aceh Selatan dianggap sebagai yang menyuruh melakukan karena pelaksanaan pengukuran dilakukan atas dasar permintaan Jasman HR sendiri kemudian diputus bersama dalam rapat, bahwa sama sekali bukan atas perintah langsung Bapak Bupati. Hal itu dapat dibuktikan berdasarkan notulen hasil rapat,” pungkas Cut Syazalisma.
Sebelumnya, Muhammd Reza Maulana, S.H., kuasa hukum atau pengacara Jasman HR., warga Desa Krueng Luas, Kabupaten Aceh Selatan, sebagaimana dilansir www.portalsatu.com pada Jumat (15/10/2021) meminta kepolisian untuk menetapkan Bupati Aceh Selatan sebagai tersangka.
Pernyatan tersebut dibuat terkait laporan yang dilakukan pihak perusahaan yaitu PT Aceh Trumon Anugerah Kita (ATAK) yang saat ini sedang membangun Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Wilayah Trumon Timur, Aceh Selatan.
Kejadian tersebut bermula saat adanya permasalahan antara PT ATAK dengan salah seorang warga pemilik kebun sawit yang hendak dibeli pihak perusahaan. Dalam perjalanannya muncul permasalahan sehingga terdengarlah sampai ke Bupati Aceh Selatan, di mana untuk mengupayakan penyelesaian permasalahan antara perusahaan dengan masyarakat tersebut dilakukan mediasi yang difasilitasi Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran.
“Ternyata di dalam pertemuan mediasi tersebut tidak adanya suatu kesepakatan penyelesaian. Namun salah satu hasil dari pertemuan antara bupati, pihak perusahaan, klien kami, kepolisian, dan beberapa pihak lainnya, menghasilkan kesimpulan di mana bupati meminta Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Selatan untuk melakukan pengukuran sehingga jelas batas tanah masing-masing pihak,” kata Muhammd Reza Maulana (MRM).
MRM menjelaskan pada 30-31 Juli 2021, BPN Kabupaten Aceh Selatan bersama-sama dengan Asisten I dan Asisten II Sekda Aceh Selatan, pihak PT ATAK, pihak Jasman HR., pihak Muspika Trumon Timur, kepala desa, dan tokoh masyarakat melakukan pengukuran di lokasi tersebut. Menggunakan cara dan alatnya, BPN telah menunjuk titik-titik lokasi yang kemudian diikuti dengan pemasangan pancang kayu atas dasar perintah BPN oleh pihak-pihak yang dihadirkan Jasman di hadapan seluruh pihak-pihak tersebut, dan bahkan di hadapan pihak perusahaan itu sendiri.
Namun, kata MRM, ternyata perbuatan pemancangan tersebut dianggap sebagai suatu tindak pidana oleh pihak kepolisian atas laporan yang disampaikan PT ATAK.
“Sehingga atas dasar tersebutlah kami meminta pihak kepolisian untuk menetapkan Bupati Kabupaten Aceh Selatan sebagai tersangka. Pasalnya, klien kami yang merupakan pihak yang dianggap sebagai pihak yang melakukan pemancangan, maka BPN sebagai pihak yang menyuruh melakukan pemancangan, dan bupati sebagai pihak yang menyuruh melakukan pengukuran merupakan satu kesatuan rangkaian hukum yang dalam hukum disebut dengan kausalitas (sebab-akibat),” ungkap MRM.
“Oleh karena sebabnya dilakukan pengukuran adalah perintah Bupati Aceh Selatan, dan akibat dari tindakan pengukuran yang dilakukan BPN adalah tindakan pemancangan. Maka cukup memenuhi unsur ketentuan Pasal 55 ayat (1) Jo. Pasal 56 KUHP. Sebagai lampiran salah satu bukti surat BPN sendiri yang kami terima cukup menjelaskan bahwa pengukuran yang dilakukan tersebut adalah dimintakan oleh bupati,” tegas Direktur MRM Law Firm itu.
Menurut MRM, sebenarnya hal tersebut sudah sejak awal ia sampaikan kepada pihak kepolisian. Jika pemancangan itu merupakan perbuatan hukum atas dasar kewenangan BPN sesuai dengan ketentuan berlaku maka perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam katagori suatu tindak pidana. Namun, pendapat tersebut tetap diabaikan hingga kemudian dalam proses hukumnya, Jasman ditetapkan sebagai tersangka.
“Jika klien kami diduga melakukan tindak pidana penyerobotan tanah (pleger), maka cukup beralasankan hukum bupati juga ikut terkait dan/atau diduga terlibat dalam perkara tersebut yang dalam teori hukumnya disebut sebagai yang menyuruh melakukan (doenpleger), dan BPN Aceh Selatan sebagai pihak yang turut serta melakukan (medepleger),” pungkas MRM.