Tuan Tapa, Legenda Telapak Kaki Raksasa di Aceh Selatan

  • Whatsapp

TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Tapaktuan yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, menyimpan banyak pesona dan cerita unik dibalut mistis.

Kerap disebut sebagai Kota Naga, wilayah ini dikenal dengan keindahan wisata baharinya.

Bacaan Lainnya

Salah satu tempat legendaris yang dianggap mistis oleh masyarakat sekitar adalah wisata alam Tapak Tuan Tapa.

Destinasi yang satu ini telah dikunjungi oleh banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin ber-selfie ria di jejak kaki raksasa yang terletak di pinggir pantai itu.

Terletak di Gampong Pasar, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan, destinasi ini berjarak sekitar 1,5 Km dari pusat Kota Tapaktuan dan 500 Km dari Banda Aceh dan Kota Medan Sumatera Utara.

Meskipun untuk mengunjunginya, pengunjung harus melewati batu karang dengan ukuran yang beragam, tetapi itu tidak memadamkan rasa ingin tahu para wisatawan.

Jejak terkenal berupa tapak kaki raksasa selebar 2,5 meter dan panjang 6 meter itu berlokasi di bibir pantai dan deretan pegunungan Gunung Lampu, Tapaktuan.

Di sepanjang perjalanan, pemandangan laut yang amat indah disertai bersama kapal para nelayan yang tengah melaut dan kapal besar pengangkut semen di pelabuhan siap memanjakan matamu.

Permukaan dari wisata Tapak Tuan Tapa ini telah mengalami pemugaran, yaitu dilapisi dengan semen. Meski begitu, bentuk asli dari situs itu tidak pernah diubah.

Pengelola wisata alam Tapak Tuan Tapa juga menyediakan tempat duduk kayu yang langsung menghadap ke laut, sehingga wisatawan dapat menikmati keindahan hamparan lautan.

Legenda Tuan Tapa dan Para Naga

Penamaan Tapak Tuan tidak lepas dari legenda Tuan Tapa dan keberadaan tapak kaki raksasa di sana

Legenda ini merupakan cerita rakyat turun-temurun yang masih dipercayai hingga saat ini.

Legenda telapak kaki raksasa itu berawal dari legenda seorang pertapa sakti bertubuh raksasa yang bernama Syekh Tuan Tapa.

Ia menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah dan menyembah Tuhannya, berdzikir, dan terus mengingat nama Sang Pencipta, baik di dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.

Setiap hari ia habiskan untuk bertapa di sebuah gua yang terletak di kawasan pegunungan Aceh Selatan.

Atas ketekunan hati dan kesungguhannya di dalam mengagungkan nama Tuhannya itu, ia kerap kali diberikan ilham mengenai berbagai hal gaib yang tidak diketahui oleh manusia biasa.

Di tengah semedinya, Syekh Tuan Tapa terusik oleh pertempuran raja dari Kerajaan Asralanoka asal Samudra Hindia yang hendak mengambil putrinya dari dua naga.

Syekh Tuan Tapa kemudian keluar untuk membantu sang raja yang tengah kesulitan di tengah lautan. Jejak kakinya ketika melompat itu pun tersisa di situs ini.

Setelah pertempuran sengit itu, kedua naga tersebut tewas di tangan Syekh Tuan Tapa dengan senjata tongkat kayu dan sang raja pun kembali mendapatkan putrinya.

Meskipun sang putri sudah kembali ke pelukan raja dan permaisuri, tetapi keduanya tidak kembali ke kerajaan dan malah memutuskan untuk menetap di Aceh.

Keluarga kerajaan itu kemudian bermukim di dekat gua Syekh Tuan Tapa, yang lalu menjadi cikal bakal dari pemukiman Tapak Tuan.

“Keberadaan mereka di tanah Aceh diyakini sebagai cikal bakal masyarakat Tapak Tuan,” ujar pengelola objek wisata Tapak Tuan Tapa, Chaidir Karim kepada Detiktravel.

Tidak lama usai kejadian itu, Syekh Tuan Tapa menghilang di suatu lokasi. Selain tapak raksasa.

Tidak jauh dari sana juga ada batu di tengah laut yang diyakini sebagai kopiahnya yang sekarang telah membatu.

Kopiah itu terlepas di tengah pertarungan, sedangkan tongkat kayu yang dipakainya pun turut menjadi batu di sana.

Berjarak 5 Km dari lokasi tapak tersebut, ada karang berbentuk hati di Desa Batu Itam dan sisik naga di Desa Batu Merah.

Menurut kisah yang diceritakan turun-temurun, keduanya adalah bekas potongan tubuh naga jantan yang kalah bertarung.

Ada juga karang berbentuk layar kapal yang terletak di Pantai Batu Berlayar, Desa Damar Tutong, Kecamatan Samadua, Aceh Selatan, yang terletak sekitar 20 Km dari tapak kaki raksasa itu.

Konon karang itu adalah sisa dari kapal raja dan permaisuri Kerajaan Asralanoka yang hancur di tengah pertempuran.

Terdapat pula makam raksasa yang merupakan makam Tuan Tapa dengan lebar 2 meter dan panjang 15 meter di Gampong Padang, Tapak Tuan, yang terletak sekitar 1 Km dari tapak kaki raksasa.

Di dekat Makam Tuan Tapa tersebut ada sebuah masjid yang berdiri kokoh dengan nama Masjid Tuo yang berhadapan dengan Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Tapak Tuan.

Mistis Tetapi Indah

Selain terkenal mistis, para pengunjung juga disuguhi keindahan alami di kaki Gunung Lampu itu. Letaknya yang tepat di tepi samudra pun menjadi nilai tambah tersendiri.

Sambil memandangi situs legendaris itu, pengunjung dapat menikmati hembusan angin laut dan gemuruh ombak yang menerpa bebatuan karang.

Tempat itu berlokasi di karang yang menjadi kaki dari Gunung Lampu dan menghadap ke lautan lepas.

Memiliki ketinggian 50-100 meter di atas permukaan laut, Gunung Lampu dipenuhi rerumputan dan pepohonan yang rindang.

Lautan lepas dengan warna biru bersih itu menghadap langsung ke Samudra Hindia.

Tentunya akan sangat keren jika kamu berhasil berpose dengan latar belakang jejak kaki raksasa dan ombak yang ganas.

Namun, berhati-hatilah ketika berfoto (baik untuk kamu maupun kameramu), karena ombak ganas yang berasal dari samudra kerap kali akan naik sampai ke bebatuan karang.

Untuk mengunjunginya, terdapat beberapa peraturan yang harus dipatuhi, yaitu tidak boleh terlalu girang, berkata kotor, takabur, dan melakukan perbuatan yang tidak senonoh.

Jika melanggar, maka ombak akan menyeret dan menenggelamkanmu. Hal itulah yang sering dijadikan sebagai alasan ketika ada korban yang terseret ombak di sana.

Jadi, patuhilah setiap peraturan di setiap destinasi wisata yang kamu kunjungi atas dasar etika dan kecintaan terhadap alam, agar tetap bertahan untuk dinikmati seluruh anak cucu kita. (jalantikus)

Pos terkait