TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama pihak-pihak terkait lainnya pada Kamis (26/8/2021) telah selesai melakukan nekropsi dan olah tempat kejadian perkara (TKP) terhadap 3 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang ditemukan mati akibat terkena jerat babi hutan di kawasan Gunung Panton Makmue yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan kaki dari perkampungan penduduk Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto, S.Hut, dalam keterangan persnya kepada wartawan, Jumat (27/8/2021) mengungkapkan, penemuan tiga bangkai harimau tersebut barawal dari informasi yang diterima Kepala Seksi Konservasi Wilayah II
Subulussalam, Hadi Sofyan, S.Si., M.Sc, pada Selasa (24/8/2021) sore perihal adanya harimau sumatera yang terjerat di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan. Informasi itu pertama kali dilaporkan oleh Kepala UPTD KPH Wilayah VI Subulussalam, Irwandi M Pante.
Menindaklanjuti laporan tersebut, tim medis dari Balai KSDA Aceh pada Selasa (24/8/2021) malam langsung bergerak dari Banda Aceh menuju Aceh Selatan.
Kemudian pada Rabu (25/8/2021) tim medis BKSDA Aceh bersama BBTNGL, FKL, dan
WCS menuju ke titik lokasi untuk melakukan penanganan harimau sumatera yang terjerat tersebut. Namun pada saat tim tiba dilokasi ditemukan harimau sumatera itu sudah dalam kondisi mati terjerat dengan
jumlah sebanyak tiga ekor.
Selanjutnya tim melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian Resor (Polres) Aceh Selatan dan Balai Gakkum Wilayah Sumatera untuk bersama-sama melakukan
olah TKP dan nekropsi.
Pada Kamis (26/8/2021), tim BKSDA Aceh bersama dengan tim inafis Polres
Aceh Selatan, Balai Gakkum Wilayah Sumatera, BBTNGL, BKPH Tapaktuan-KPH Wilayah VI, Polsek Meukek, WCS, OIC dan FKL melakukan olah TKP dan nekropsi terhadap bangkai tiga ekor harimau sumatera tersebut.
Berdasarkan hasil olah TKP posisi ketiga individu harimau sumatera yang mati terkena jerat ditemukan terpisah di dua titik lokasi, dimana induk dan satu anakan berdekatan dan satu anakan lagi terpisah dengan jarak kurang lebih lima meter, kondisi ketiga
ekor harimau sumatera tersebut sudah mulai membusuk.
“Induk terjerat dibagian leher dan
kaki belakang sebelah kiri, dengan kondisi kaki kiri depan yang telah membusuk. Sementara satu ekor anakan berada di dekat induk, terdapat jeratan pada leher sedangkan satu ekor anakan lainnya berjarak kurang lebih lima meter dengan posisi jerat mengenai kaki kiri depan dan kaki kiri belakang,” ungkap Agus Arianto S.Hut.
Jenis jerat berupa kumparan kawat yang dibentang sepanjang lebih kurang 10 meter
(jerat aring). Lokasi kematian ketiga harimau sumatera tersebut berada di kawasan hutan
lindung yang berbatasan dengan APL.
Berdasarkan hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim dokter hewan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Ketiga harimau sumatera tersebut terdiri dari satu induk dan dua anakan dengan jenis
kelamin satu ekor betina, satu ekor jantan (anakan yang terpisah dari indukan).
Perkiraan induk berumur lebih kurang 10 tahun dan anakan berumur lebih kurang 10 bulan.
Induk dan satu ekor anak yang berjenis kelamin betina diperkirakan sudah mati sekitar lima hari, sedangkan satu anakan lagi yang berjenis kelamin jantan diperkirakan sudah mati sekitar tiga hari.
Menurut Agus Arianto, saat proses nekropsi itu tim medis juga mengambil sampel isi saluran cerna untuk dilakukan uji laboratorium di Puslabfor Mabes Polri untuk melihat ada tidaknya unsur-unsur lain yang menyebabkan kematian harimau sumatera tersebut.
“Kesimpulan sementara dari hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim medis secara makroskopis diketahui bahwa kematian harimau tersebut diduga akibat infeksi luka akibat terkena jerat. Selanjutnya Balai KSDA Aceh akan terus berkoordinasi dengan pihak Polres Aceh Selatan dan Balai Gakkum Wilayah Sumatera untuk perkembangan proses penanganan selanjutnya,” ujar Agus Arianto.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Berdasarkan The IUCN Red List
of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus
Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam
liar.
Karena itu, sambung Agus Arinto, BKSDA Aceh menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga
kelestarian khususnya harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat kawat/jerat listrik tegangan tinggi serta racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Karena dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.