TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Camat Labuhanhaji Timur, Akhyar SH, mengatakan kebijakan tegas Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran melakukan mutasi guru atas nama Dewi Santi S.Pd.I dari SMPN 1 Labuhanhaji ke SMPN 3 Trumon tidak ada hubungannya dengan sengketa lahan SMPN 4 Labuhanhaji Timur.
“Jelas tidak ada hubungannya dengan sengketa lahan, sebab Dewi Santi S.Pd.I bukan guru SMPN 4 Labuhanhaji Timur melainkan guru SMPN 1 Labuhanhaji. Setahu saya, Pak bupati selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memang sering melakukan mutasi PNS/ASN untuk memenuhi kebutuhan tenaga aparatur setelah dilakukan serangkaian evaluasi kinerja,” kata Akhyar SH kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Selasa (10/8/2021).
Ia menegaskan, setiap PNS/ASN selaku abdi negara pelayan masyarakat harus siap ditempatkan dimana saja dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat terlebih lagi seperti diketahui bersama bahwa instansi pendidikan yang berada di kawasan Trumon Raya memang sering terjadi kekurangan tenaga pendidik atau dewan guru.
Kendati demikian, lanjut Akhyar, jika benar seperti pemberitaan sebuah media online mengutip sebuah sumber yang menyebutkan pemindahan Dewi Santi S.Pd.I dari SMPN 1 Labuhanhaji ke SMPN 3 Trumon terkait sengketa lahan SMPN 4 Labuhanhaji Timur dengan suaminya. Menurut Camat Labuhanhaji Timur, Akhyar SH, jika dilihat dan didalami dari kronologis awal pendirian SMPN 4 tersebut memang sudah tepat bahwa pihak pertama yang harus bertanggungjawab terkait penyelesaian sengketa lahan tersebut adalah Dewi Santi S.Pd.I selaku Kepala Sekolah SMPN 4 Labuhanhaji Timur dan suaminya Jamaluddin selaku Ketua Komite saat itu.
Terlepas dari itu semua, Akhyar mengaku bahwa Bupati Aceh Selatan, Tgk. Amran selama ini memang telah berupaya maksimal mencari solusi terbaik dan bijak menyelesaikan sengketa lahan SMPN 4 tersebut dengan Jamaluddin yang tak lain merupakan suami Dewi Santi S.Pd.I. Langkah ini ditempuh bupati, setelah menyerap aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Labuhanhaji Timur dan pihak komite sekolah yang terhitung sudah puluhan kali menjumpai langsung Bupati Tgk. Amran di Tapaktuan.
“Setahu saya, Pak Bupati pun telah beberapa kali melakukan langkah penyelesaian secara persuasive dan kekeluargaan dengan turun langsung ke SMPN 4 di Gampong Kemumu Hulu bahkan juga telah menjumpai langsung Jamaluddin dan keluarganya,” ungkap camat.
Pasca pertemuan itu, Akhyar mengaku sempat mendengar informasi ada permintaan tertentu dari Jamaluddin kepada Bupati Tgk. Amran, yang belakangan diketahui tidak mungkin disanggupi oleh Bupati Tgk. Amran.
“Setahu saya, Pak Bupati bukan tipikal pejabat kepala daerah yang kejam dan menaruh dendam. Semua orang tahu beliau merupakan tipe pejabat sangat santun, penuh perasaan dalam mengambil keputusan. Dan gelar teungku didepan nama beliau bukan gelar asal-asal, melainkan murni gelar teungku karena beliau benar-benar jebolan pondok pesantren yang pernah menimba ilmu agama. Namun demikian, bukan dalam artian beliau bisa dengan se-enaknya di atur-atur, setahu saya beliau memiliki prinsip yang tegas,” kata Akhyar.
Penegasan senada juga disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Selatan, Erdiansyah S.Pd. Menurutnya, ada beberapa dasar sehingga lahirnya kebijakan bupati menggelar mutasi PNS/ASN khususnya para tenaga kependidikan. Pertama untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidik disebuah instansi pendidikan dan kedua berdasarkan hasil evaluasi kinerja.
“Penilaian kinerja yang kurang bagus atau buruk itukan bentuknya ada sebuah kekurangan bahkan kegagalan dalam menjalankan tugas melayani masyarakat. Dan kewenangan itu mutlak hak prerogative Bupati selaku pejabat pembina kepegawaian,” papar Erdiansyah seraya mengaku heran kenapa hanya kebijakan mutasi ini yang di sorot, padahal sebelumnya sudah berulang kali dilakukan kebijakan serupa demi memenuhi kebutuhan guru.
Dalam kesempatan itu, Erdiansyah turut mengklarifikasi pernyataannya di sebuah media online menanggapi keputusan bupati memutasi Dewi Santi dari SMPN 1 Labuhanhaji ke SMPN 3 Trumon, yang diakui oleh Erdiansyah sebuah pernyataan yang dikutip tanpa persetujuannya.
“Memang benar oknum wartawan media online itu ada menjumpai saya, tapi saya tidak pernah mengatakan seperti yang ditulis itu. Bahkan dalam perbincangan saat itu, saya sempat mengatakan off the record dan meminta penundaan memberi pernyataan. Tapi sayangnya, oknum wartawan dimaksud tidak mengindahkan hak-hak saya meminta embargo berita meskipun ketentuan itu jelas tertera dalam Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” sesalnya.