Ini Materi Interpelasi yang akan Ditanyakan Kepada Plt. Gubernur Aceh pada 21 September

  • Whatsapp

TheTapaktuanPost | Banda Aceh. Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin telah mengetuk palu resmi akan melaksanakan paripurna lanjutan terkait permintaan penjelasan kepala Pemerintah Aceh mengenai hak interpelasi DPR Aceh pada tanggal 21 September 2020.

Adapun materi interpelasi yang dibacakan juru bicara pengusul hak interpelasi, diantaranya mengenai APBA 2019, 2020 dan 2021 kemudian Refocusing APBA Tahun Anggaran 2020 serta tentang kebijakan Plt Gubernur Aceh.

Bacaan Lainnya

 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh tidak menyampaikan Rancangan Qanun Aceh Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun 2019 dalam Sidang Paripurna DPR Aceh.

Sebagaimana diamanahkan pada Pasal 46 huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Jo Pasal 65 Ayat (1), Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh tidak melakukan pembahasan kembali bersama Badan Anggaran DPR Aceh terhadap Hasil Evaluasi APBA Tahun Anggaran 2020 oleh Menteri Dalam Negeri sesuai peraturan perundang-undangan.

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh tetap melakukan pelelangan/tender terhadap proyek dengan skema multy years contract Tahun 2020-2022. Padahal hal ini sudah ditolak oleh Komisi IV DPR Aceh dengan Nomor 86/Komisi IV/IX/2019 tanggal 10 September 2019 dan Surat Nomor 26/Komisi IV/III/2020 tanggal 24 Maret 2020, dan diperkuat dan dipertegas dengan Pelaksanaan Sidang Paripurna DPR Aceh tanggal 22 Juli 2020 tentang Pembatalan MoU Multy Years Contract Tahun 2020-2022. Dengan Surat Keputusan DPRA Nomor 12/DPRA/2020 tanggal 22 Juli 2020 tentang Pembatalan Pembangunan dan Pengawasan neberapa Proyek Melalui Penganggaran Tahun Jamak (Multi Years) Tahun Anggaran 2020-2022.

Laporan Interpelasi 6, apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh tidak melakukan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (P-APBA) Tahun 2020, padahal menurut regulasi dan fakta yang ada mengharuskan Pemerintah Aceh melakukan P-APBA Tahun 2020, antara lain :

1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan

3) Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ dan 117/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 Dalam Rangka Penanganan Covid-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.

Sesuai dengan Keputusan Bersama tersebut, DPR Aceh harus melakukan dan menjalankan pengawasan terhadap proses Penyesuaian APBA Tahun Anggaran 2020 sebagaimana diatur dalam diktum kedua belas.

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh tidak mengirimkan TAPA untuk melakukan Pembahasan Rancangan KUA dan Rancangan PPAS Tahun Anggaran 2021. Padahal DPR Aceh telah mengundang Pemerintah Aceh untuk melakukan pembahasan tetapi mereka tidak hadir dengan alasan yang tidak logis.

Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Serta tanpa melalui mekanisme Pembahasan Rancangan KUA dan Rancangan PPAS Tahun Anggaran 2021 Pemerintah Aceh langsung menyampaikan Rancangan Qanun Aceh tentang Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2021.

2. Refocusing APBA Tahun Anggaran 2020

Berdasarkan penjelasan TAPA melalui Badan Anggaran dan Tim Satgas Pengawasan dan Penanganan Covid-19 DPR Aceh, bahwa dana Refocusing berjumlah sekitar Rp. 1.7 triliun. Dan pada saat itu Pemerintah Aceh hanya baru menggunakan sebahagian dana BTT. Dan berdasarkan berita media massa bahwa Dana Refocussing sekarang telah menjadi Rp. 2,3 triliun. Mohon penjelasan Saudara Plt. Gubernur Aceh?;

Laporan Interpelasi 7, mengapa Saudara Plt Gubernur Aceh sangat tertutup dan tidak transparan dalam penggunaan dana Refocusing APBA Tahun Anggaran 2020. Karena berdasarkan Pasal 46 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menyebutkan bahwa Gubernur mempunyai kewajiban melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan Aceh secara transparan;


Berdasarkan poin sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, DPR Aceh meminta keterangan Saudara Plt Gubernur Aceh kemana saja dana refocusing tersebut digunakan.

3. Kebijakan-Kebijakan

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh menggunakan APBA untuk mengangkat Tenaga Penasehat Khusus yang ditempatkan pada SKPA-SKPA dengan jumlah yang terlalu banyak tidak ideal, yang menurut kami hanya pemborosan anggaran. Padahal Pemerintah Aceh telah memiliki SKPA mulai dari Sekretaris Daerah, Pejabat Eselon II, III, IV sampai Staf baik PNS dan Tenaga Kontrak yang jumlahnya sangat banyak, sehingga menurut pandangan DPR Aceh pengangkatan Penasehat Khusus ini tidak rasional dan sangat membebani postur anggaran APBA.

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh mengintervensi hasil Mubes Majelis Adat Aceh (MAA) pada Bulan Oktober 2018. Dalam Mubes tersebut Badruzzaman terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Majelis Adat Aceh Periode 2019-2023. Namun Plt Gubernur Aceh tidak melantik Saudara Badruzzaman justru melantik Saudara Saidan Nafi sebagai Plt Ketua Majelis Adat Aceh. Padahal Majelis Adat Aceh merupakan lembaga kekhususan dan keistimewaan Aceh yang tidak berada di bawah kekuasaan eksekutif.

Saudara Plt Gubernur Aceh melakukan Pengangkatan Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Aceh An. Sayid Azhary. Padahal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dan Surat Edaran Kepala BKN Nomor 2/SE/VII/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian. Dan regulasi apa yang Saudara Plt. Gubernur Aceh gunakan untuk memperpanjang lagi masa jabatannya. Mohon penjelasannya.

4. Hal Lain-Lain 

Apa alasan Saudara Plt Gubernur Aceh mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 504/9186 Tahun 2020 tentang Stiker BBM bersubsidi. Kebijakan ini telah membebani dan meresahkan masyarakat sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. DPR Aceh menilai penanganan Covid-19 selama ini yang dijalankan oleh Pemerintah Aceh banyak kelemahan dan tidak tepat sasaran. Karena kenyataan yang kami temukan di lapangan Pemerintah Aceh tidak memiliki cara atau prosedur dalam penanganan Pandemi Covid-19, sampai-sampai hasil pemeriksaan swab harus dikirim ke Jakarta yang memakan waktu sekitar sepuluh hari sedangkan kalau di Laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) di Universitas Syiah Kuala hanya sekitar tiga hari. Tetapi Pemerintah Aceh tetap tidak mau bekerjasama dengan Laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) Unsyiah dengan alasan :

  • Belum ada izin dari Kementerian Kesehatan RI,
  • Masih memerlukan sirkulasi jaringan dan perlu penambahan fasilitas

Padahal menurut Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah Saudara Maimun Syukri bahwa laboratorium tersebut sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan RI dan sudah memenuhi syarat biosecurity dan biosafety sehingga sudah bisa difungsikan. (acehportal.com)

Pos terkait