Pengusaha Diminta Tidak Permainkan Harga Sawit Petani Aceh Selatan

  • Whatsapp

TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Para pengusaha yang menampung hasil produksi tandan buah segar (TBS) sawit milik petani di Kabupaten Aceh Selatan baik tingkat ram maupun pabrik kelapa sawit (PKS) diminta tidak mempermainkan harga pembelian sawit petani jauh merosot dibawah harga standar.

Permintaan ini disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Selatan, Amiruddin, yang secara khusus menghubungi Portal Berita TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Kamis (11/8/2022).

Bacaan Lainnya

Padahal, kata Amiruddin, posisi harga tender CPO atau harga minyak kelapa sawit mentah per hari ini telah mencapai Rp10.800/kg. Ditambah lagi kebijakan pemerintah menghapus pajak ekspor CPO sepanjang 18 Juli-31 Agustus 2022 atau selama 1,5 bulan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2022 menjadi Rp 0 per metrik ton.

“Lazimnya, penetapan harga TBS sawit tingkat petani berpatokan pada harga tender CPO. Jika harga tender CPO tinggi yang dipicu oleh harga jual di pasar luar negeri naik maka sewajarnya harus diikuti dengan kenaikan harga jual TBS sawit ditingkat petani. Terlebih saat ini telah diberlakukan kebijakan penghapusan pajak ekspor (PE). Namun sayangnya, kondisi ini justru tidak diimplementasikan sehingga sangat merugikan petani di daerah khususnya di Kabupaten Aceh Selatan,” kata Amiruddin.

Berdasarkan hasil penelusuran pihaknya, ujar legislator dari Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini, harga TBS sawit ditingkat petani di Kabupaten Aceh Selatan saat ini rata-rata masih berkisar Rp1.500/kg. Padahal, dengan harga tender CPO saat ini telah mencapai Rp10.800/kg dipotong ongkos angkut Rp300/kg dan Oil Extraction Rate (OER) rendemen sebesar 19% maka hasilnya menjadi Rp1.995. Kemudian harga kernel Rp5.360 dipotong ongkos angkut Rp300 serta KER rendemen 5% maka hasilnya Rp253. Harga Cangkang Rp800 serta CER rendemen cangkang 7,5 % hasilnya Rp60 maka totalnya adalah Rp2.308, lalu dipotong biaya produksi Rp180/kg, maka seharusnya harga jual hasil produksi TBS sawit bisa mencapai Rp2.128.

Atas dasar itulah, sambung Amiruddin, pihaknya menilai beberapa perusahaan pabrik kelapa sawit baik yang berada di Aceh Selatan, Aceh Singkil dan Subulussalam yang masih membeli TBS sawit milik petani di ram dikisaran harga rata-rata Rp1.500 dan di PKS sekitar Rp1.650/kg tergolong sangat murah dan sangat jauh dari harga standar. Sebab, dengan harga sebesar itu benar-benar sangat merugikan petani karena tidak sesuai antara biaya perawatan kebun dan biaya operasional panen yang dikeluarkan dengan pemasukan yang diterima. Alhasil, banyak petani yang membiarkan kebun sawitnya tak terawat dengan terpaksa mencari nafkah kebutuhan keluarga menjadi buruh kasar ditempat lain.   

“Jangankan untuk menutupi berbagai kebutuhan pokok rumah tangga sehari-harinya yang terus mengalami lonjakan harga sekarang ini, untuk biaya perawatan kebun dan operasional panen saja tidak cukup. Makanya, para petani di Aceh Selatan sangat mengharapkan kepada pihak pengusaha PKS tidak mempermainkan harga TBS sawit, minimal dapat dibeli dengan harga standar dikisaran Rp.1.800-1.900/kg, seperti telah berlaku di daerah-daerah lainnya diluar Provinsi Aceh,” pinta Amiruddin meneruskan aspirasi petani sawit di daerah itu.

Sejurus dengan ini, Ketua DPRK Aceh Selatan Amiruddin juga meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan melalui Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan UKM agar pro-aktif melakukan pengawasan guna mengontrol fluktuasi harga TBS sawit di tingkat petani, sehingga para petani sawit di daerah itu tidak dirugikan akibat adanya dugaan permainan harga oleh oknum-oknum tertentu.

“Seperti sama-sama kita ketahui bahwa untuk mewujudkan kestabilan harga TBS sawit di tingkat petani, di daerah-daerah lain di Indonesia itu pemerintah daerahnya melalui SKPK terkait terlihat sangat pro-aktif melakukan pengawasan dengan cara menyurati langsung pihak pengusaha PKS tentu berdasarkan kajian – kajian ilmiah sesuai perkembangan harga tender CPO di pasaran saat ini. Oleh sebab itu, kita juga patut mendesak Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait agar lebih pro-aktif menyikapi atau merespon persoalan ini yang telah lama di keluhkan oleh para petani di Aceh Selatan selama ini,” pungkasnya.   

Pos terkait