TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Pemkab Aceh Selatan meminta kepada semua pihak segera menghentikan polemik wisatawan asal Samosir, Sumatera Utara melakukan ritual agama yakni menyembah batu dilokasi objek wisata Tapak Tuan Tapa di Desa Pasar, Kota Tapaktuan.
“Kita mengharapkan agar polemik ini tidak di goreng lagi untuk kepentingan pihak tertentu. Sebab kita khawatir bisa menjurus ke ranah SARA,” kata Kabag Humas dan Protokoler Pemkab Aceh Selatan, Drs. Ramli Tanjung kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (7/8/2019).
Polemik ini berawal dari kegiatan wisatawan yang tergabung dalam komunitas wisatawan Samosir mengunjungi sejumlah objek wisata di Aceh Selatan pada Selasa (6/8). Saat mengunjungi salah satu objek wisata ternama yang sudah melegenda yakni objek wisata Tapak Tuan Tapa di Desa Pasar, Kota Tapaktuan, wisatawan asal Sumut ini turut menggelar ritual agama yakni menyembah batu sembari menabur sesajen ke laut lepas.
Aksi wisatawan ini ternyata di rekam menggunakan video Handphone salah satu pengunjung lalu dibagikan ke media sosial (Medsos) hingga viral.
Menurut Kabag Humas Pemkab Aceh Selatan, pasca video wisatawan sedang menggelar ritual keagamaan mereka di lokasi objek wisata Tapak Tuan Tapa viral di Medsos, pihak Sat Intelkam Polres Aceh Selatan langsung bergerak cepat. Wisatawan tersebut langsung dijumpai di Kantor Partai Demokrat Aceh Selatan.
“Berdasarkan hasil klarifikasi dari pihak kepolisian, diambil kesimpulan bahwa kejadian ini terjadi akibat miskomunikasi saja bukan kesengajaan. Wisatawan ini benar-benar tidak mengetahui jika ritual seperti itu tidak dibolehkan di sini,” kata Ramli Tanjung.
Setelah mendengarkan penjelasan dari pihak kepolisian, akhirnya pada Selasa sore wisatawan ini meminta izin sendiri untuk kembali ke Medan, Sumatera Utara.
“Wisatawan ini tidak pernah di usir ya, tapi mereka sendiri yang meminta pulang. Padahal pihak kepolisian sudah meminta agar kembali ke Medan pada keesokan harinya, tapi mereka sendiri yang ngotot minta pamit segera. Akhirnya mereka diantar oleh pihak kepolisian sampai di perbatasan,” ungkap Ramli Tanjung.
Persoalan ini, lanjut Ramli Tanjung, telah ia laporkan kepada pimpinan daerah. Pimpinan daerah secara jelas telah meminta agar polemik itu dapat segera dihentikan dan semua pihak di Aceh Selatan diminta dapat menahan diri.
“Sejauh ini pihak aparat penegak hukum saja belum menemukan bukti atau fakta ada kesengajaan. Melainkan karena ketidaktahuan mereka saja sehingga terjadi tindakan itu. Kita juga tidak boleh terlalu berlebihan menyalahkan pihak tertentu, karena warga Aceh Selatan ada juga yang berkunjung ke daerah mereka. Kita benar-benar tidak menginginkan persoalan ini menjurus ke isu SARA,” tegas Ramli Tanjung.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh Selatan, Siska Elviadi Rajo Evi.
Anggota DPRK Aceh Selatan terpilih dari Partai Golkar ini meminta kepada masyarakat setempat harus bijak menyikapi persoalan seperti itu. Menurutnya, perbedaan kepercayaan atau keyakinan (agama) adalah rahmat bagi manusia yang harus saling menghargai.
Hanya saja setiap tamu yang datang hendaknya juga wajib memperhatikan norma-norma adat istiadat serta kearifan lokal di Aceh Selatan.
“Kedepannya bagi pemandu wisatawan (Guide) lokal yang mendampingi tamu dari luar daerah berkunjung ke objek wisata di Aceh Selatan, juga harus paham betul apakah ada aturan tentang boleh atau tidak melakukan ritual keagamaan di tempat objek wisata daerah kita,” ujar Rajo Evi.
Menurutnya, Kabupaten Aceh Selatan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan juga sangat menghargai setiap tamu yang datang. Karena itu, jika mereka melakukan kesalahan tolong diingatkan secara baik-baik agar tidak ada kesan bahwa Aceh Selatan tidak ramah terhadap tamu.
Mengaku Khilaf
Ketua rombongan Komunitas Wisata Rumaela Samosir, Putra mengaku khilaf dan meminta maaf kepada masyarakat Aceh Selatan.
“Kami minta maaf sebesar – besarnya kepada masyarakat Aceh Selatan karena telah melanggar adat dan istiadat penduduk setempat,” ucapnya.
Maksud ritual keagamaan itu, jelasnya, hanya untuk rasa syukur karena telah sampai dengan selamat di objek wisata Tapak Tuan Tapa.
“Ada dari kami yang menutup kepala itu bukan jilbab melainkan selendang, karena panas mereka tutup kepala dengan itu,” jelasnya.
Sementara itu, Rendri yang mendampingi Komunitas Wisata Rumaela ke objek Wisata Tapak Tuan Tapa mengatakan, Komunitas Wisata Rumaela datang ke Aceh Selatan murni bertujuan untuk berwisata.
“Mereka datang dari Barus, lalu mengunjungi objek wisata di Singkil dan Subulussalam, kemudian ke Aceh Selatan di Tapak Tuan Tapa,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Wisata Tuantapa Muchsin ST menyatakan, bahwa kedatangan Komunitas Wisata Rumaela di objek wisata Tapak Tuan Tapa, bukan difasilitasi oleh pihaknya.
“Kami hadir di lokasi setelah pihak yang memfasilitasi meminta kami datang. Kami sempat berfoto bersama. Hanya saja kami tidak tahu apa aktivitas Komunitas Wisata Rumaela di lokasi,” elaknya.