Kejati Aceh Diminta Tuntaskan Pengusutan Dugaan Korupsi di BPMA

TheTapaktuanPost | Banda Aceh. Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh segera menuntaskan pengusutan dugaan tindak pidana korupsi dana tunjangan kinerja (tukin) di Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

“Langkah Kejati Aceh yang telah melakukan tahapan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan penyelidikan, harus segera dirampungkan untuk menjamin asas kepastian hukum,” kata Koordinator Badan Pekerja GeRAK Aceh, Askhalani, SHI kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (17/3/2021).

Bacaan Lainnya

Ia menyesalkan, sejak awal perkara ini mencuat sampai saat ini hampir memasuki 1 tahun, terkesan jalan ditempat diduga telah dipetieskan.

Padahal, merujuk pada konteks perkara dan proses penanganan, diketahui bahwa tim Kejaksaan Tinggi Aceh telah memanggil sejumlah staf termasuk deputi dan kepala divisi di BPMA yang memiliki kaitan dengan tunjangan kinerja untuk dimintai keterangan.

“Atas dasar itulah, perkara ini harus disampaikan secara terbuka kepada publik sejauh mana proses penyelidikan yang telah dilakukan, termasuk sejauh mana hasil pendalaman materi,” tegas Askhalani.

Jangan sampai, lanjut Askhalani, publik menilai bahwa ada perbedaan penanganan perkara antara satu perkara dengan perkara lainnya yang sedang ditangani pihak aparat penegak hukum.

“Maka atas dasar itulah, sudah sewajarnya tim Kejaksaan Tinggi Aceh segera menyampaikan keterangan secara terbuka tentang dugaan tindak pidana Tukin di BPMA,” tegasnya lagi.

Berdasarkan fakta, GeRAK Aceh menemukan adanya indikasi ketidakpatuhan dalam implementasi dana Tukin sehingga berpotensi merugikan keuangan negara secara terencana dan masif.

Adapun dalil pertimbangannya merujuk telaah yang dilakukan bahwa penetapan remunerasi pimpinan dan pekerja BPMA tersebut hanya didasari oleh surat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada tanggal 31 Desember 2017, tentang Persetujuan Prinsip Penetapan Remunerasi bagi pimpinan dan pekerja BPMA serta honorarium Komisi Pengawas BPMA.

Persetujuan prinsip ini merupakan persetujuan atas usulan Menteri ESDM tanggal 26 Mei 2017 tentang Usulan Rencana Kerja dan Anggaran serta Remunerasi BPMA.

Padahal dalam surat Menkeu disebutkan bahwa Menkeu menyetujui pemberian renumerasi bagi pimpinan dan pekerja BPMA dengan komponen dan besaran setinggi-tingginya sebagaimana lampiran surat tersebut dengan besaran remunerasi bersifat netto.

BPMA juga tak diperkenankan menambah komponen maupun besaran renumerasi dan honorarium sebagaimana tercantum dalam lampiran surat itu.

Melalui surat yang sama, Menkeu juga meminta agar dibuat standarisasi Key Performance Indicator yang transparan dan akuntabel.

Selanjutnya dijelaskan bahwa persetujuan prinsip tersebut agar ditindaklanjuti dengan penetapan dalam suatu peraturan perundang-undangan oleh pejabat yang berwenang dan terhitung mulai berlaku sejak pimpinan, pekerja, dan komisi pengawas BPMA dilantik/diangkat dan melaksanakan tugas.

Terakhir Menkeu menekankan agar seluruh proses dilakukan secara profesional, bersih dari korupsi, dan tidak ada konflik kepentingan, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan berpodoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nah, berdasarkan fakta ditemukan bahwa tukin untuk pegawai BPMA telah direalisasikan sebanyak dua kali, yaitu tukin tahun 2019, dimana ada yang memperoleh sebesar 3 kali upah dasar dan tunjangan profesional, serta lainnya hanya mendapatkan 1 x upah dasar dan tunjangan profesional. Yang kedua yaitu pada Mei 2020 sebesar 1 x upah dasar dan tunjangan profesional kepada semua pegawai.

Padahal, seharusnya tukin hanya diberikan setiap tahun sekali, itupun terlebih dahulu harus dilakukan penilaian atas capaian kinerja.

“Atas dasar fakta tersebut maka penyidikan perkara oleh Kejaksaan Tinggi Aceh menjadi satu keharusan untuk dapat dibuktikan secara hukum karena ada uang negara yang digunakan secara serampangan dan tidak taat azas hukum,” beber Askhalani.

Pos terkait