TheTapaktuanPost | Banda Aceh. Organisasi Pemuda Aceh Selatan (PAS) di Banda Aceh mengkritisi kinerja dan keseriusan Plt. Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah dalam menangani pandemi wabah Covid-19 di provinsi ujung paling barat pulau Sumatera itu.
Hal ini terlihat dengan tidak bisa dimanfaatkan dengan baik momentum kunjungan kerja Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo ke Aceh pada Selasa 25 Agustus 2020 kemarin, untuk membantu mempercepat dan memperbaiki tata kelola penanganan Covid-19 di daerah itu.
“Seharusnya kunjungan kerja Presiden ke Aceh kemarin bisa dimanfaatkan untuk menyampaikan ke presiden bahwa ada persoalan sangat penting dan krusial di Aceh harus dicari solusi segera terkait penanganan wabah virus Corona,” kata Ketua Harian Pemuda Aceh Selatan (PAS), Bahrizal, dalam siaran pers kepada TheTapaktuanPost, Kamis (27/8/2020).
Menurut Bahrizal, penanganan wabah virus corona bukan hanya berbicara soal masker, tetapi juga soal terbatasnya pemeriksaan swab yang bisa dilakukan di laboratorum.
Selama ini, dua laboratorian yang sudah ada di Aceh yakni Laboratorium pemeriksaan swab milik Balitbangkes dan Lab. PCR Unsyiah belum mampu menjawab tingginya jadwal pemeriksaan swab dari seluruh Aceh.
Yang terjadi kemudian adalah, banyak kontak erat di seluruh Aceh akhirnya hanya bisa di tracking tanpa bisa ditest swab secara cepat.
Misalnya ada pasien kasus positif di daerah, lalu dilakukan tracking siapa – siapa saja yang kontak erat dengannya, begitu semua data sudah didapatkan, tetapi Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh tidak bisa melakukan pemeriksaan swab sesegera mungkin karena terbatasnya kapasitas di dua laboratorium tersebut.
“Bahkan ada yang harus antri hingga berhari – hari baru akhirnya bisa dilakukan pemeriksaan swab, sementara orang – orang yang kontak erat ini terus beraktivitas atau tidak bisa beraktivitas karena belum jelas status pemeriksaan terhadap mereka dan bahkan paling fatal begitu ada keluarga yang sudah memakamkan anggota keluarganya secara protokol kesehatan tetapi ternyata hasil akhirnya yang bersangkutan tidak terbukti positif Covid-19, akhirnya terjadi kekacauan dan keributan ditengah masyarakat. Ini satu masalah besar yang seharusnya bisa diantisipasi segera oleh Pemerintah Aceh,” ungkapnya.
Bahrizal menawarkan solusi, bisa saja Pemerintah Aceh membagi zona – zona perwilayah, misalnya untuk barat selatan, timur – utara dan tengah – tenggara Aceh itu masing – masing punya minimal satu laboratorium yang menangani pemeriksaan swab di zonanya.
Sehingga tidak cuma menumpuk pada dua laboratorium yang selama ini ada di pusat ibu kota provinsi. Sehingga masyarakat bisa segera mendapatkan kepastian melalui hasil pemeriksaan swab.
Semua pihak, lanjut Bahrizal, mengapresiasi bantuan masker dari Presiden yang konon katanya adalah hasil permintaan Plt. Gubernur Aceh ke pusat.
Tetapi percuma kalau Pemerintah Aceh terus mendorong agar Pemerintah Kabupaten/Kota gencar melakukan tracking kontak erat sementara kapasitas untuk swab testnya terbatas dan harus antri begitu lama baru kemudian hasil swabnya keluar.
“Jadi sebenarnya persoalan mendasarnya bukan hanya soal cukup tidaknya masker tetapi bagaimana pemeriksaan swab ini juga bisa dilakukan dengan cepat agar ada kepastian ditengah – tengah masyarakat,” tegasnya.
Ia menduga bahwa, terus melonjaknya kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Aceh sejak beberapa bulan terakhir bisa jadi penyebabnya karena pemerintah Aceh tidak sigap mengantisipasi hal – hal teknis seperti ini. Seharusnya hal-hal teknis seperti inilah yang harus diprioritaskan segera di cari solusi.
“Saat ini kasus positif terus melonjak di Aceh. Kalau sudah seperti ini, maka kita semua perlu mempertanyakan keseriusan Pemerintah Aceh dalam menangani pandemi Covid-19 di Aceh,” pungkasnya.