TheTapaktuanPost | Trumon. Keuchik Gampong Keude Trumon, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh diduga secara sewenang-wenang telah memecat tiga orang perangkat gampong secara inprosedural alias cacat hukum.
Ketiga orang perangkat gampong tersebut adalah Kepala Dusun (Kadus) Kuta Jurong Marlijon (45), Kepala Urusan (Kaur) Pembangunan Teuku Supadi (32) dan Kasi Pemerintahan Mudasir (36).
Mudasir, salah seorang perangkat gampong yang dipecat, mengatakan, keputusan Keuchik Keude Trumon, memecat pihaknya diduga inprosedural karena tidak sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor : 67 Tahun 2017 dan Peraturan Bupati (Perbup) Aceh Selatan Nomor : 18 Tahun 2015 Tentang Perangkat Gampong.
Soalnya, berdasarkan aturan tersebut perangkat gampong berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan. Penjelasan lebih lanjut mengenai diberhentikan adalah berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru, tidak dapat atau tidak lagi melaksanakan tugas selama 6 bulan atau lebih secara berturut-turut, tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat gampong, dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, melanggar larangan bagi perangkat gampong dan dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam hukuman penjara paling singkat 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Perangkat gampong yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan masyarakat gampong atau melanggar norma-norma yang hidup dan berkembang di gampong dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap.
Nah, setelah ditelisik lebih dalam ternyata tidak ada kesalahan fatal telah diperbuat oleh ketiga perangkat gampong tersebut menjadi dasar dikeluarkan pemecatan. Namun anehnya, secara tiba-tiba bak “petir disiang bolong” Keuchik Keude Trumon langsung memecat mereka.
“Kami dipecat hanya gara-gara keluar dari grup WA Majelis Taklim. Yang anehnya lagi pemberitahuan itu justru disampaikan via grup WA pada tengah malam (dinihari). Tanpa adanya SP 1 dan SP 2,” kata Mudasir yang secara khusus menghubungi TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Sabtu (23/7/2022).
Dia mengaku bahwa, keputusan pihaknya keluar dari grup WA Majelis Taklim bukan dalam artian keluar dari kegiatan pengajian majelis. Ia memastikan bahwa sering menghadiri kegiatan majelis taklim dan menghidupkan shalat berjamaah di gampong tersebut.
“Bahkan saya merupakan salah seorang peserta yang tergolong aktif saat berlangsungnya pengajian majelis taklim. Saya juga bagian dari hamba ALLAH SWT yang InsyaALLAH rutin mendirikan shalat 5 waktu, dimana jika tak ada halangan selalu hadir meramaikan shalat berjamaah di masjid,” tegas Mudasir, seraya meminta bukti kepada keuchik jika mereka dituding tak mendukung penguatan majelis taklim dan kemakmuran masjid di gampong setempat.
Demikian juga terkait tudingan bahwa pemecatan pihaknya atas dasar permintaan dan desakan masyarakat digampong setempat. Mudasir mewakili 2 orang rekannya yang lain juga meminta kepada Keuchik Keude Trumon untuk membuktikannya melalui pernyataan tertulis atau pengumpulan tandatangan masyarakat sebagaimana arahan Camat Trumon sebagai dasar untuk dikeluarkan rekomendasi camat.
“Kami berharap tudingan yang disampaikan tidak berdasarkan asumsi-asumsi dan atas dasar kepentingan oknum kelompok tertentu. Melainkan harus sesuai fakta dan data dilapangan. Kami siap berhenti atau diberhentikan jika kesalahan yang dituduhkan itu dapat dibuktikan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Mudasir.
Visi Misi Keuchik Menghidupkan Agama
Sementara itu, Keuchik Gampong Keude Trumon, Musliadi, yang dimintai konfirmasi secara terpisah oleh TheTapaktuanPost, membenarkan bahwa dirinya telah mengambil keputusan memecat 3 orang perangkat dibawah jajarannya.
“Totalnya itu sebenarnya ada 4 orang yang telah kami usulkan pemecatan, satu orang lagi anggota Tuha Peut yang sudah lama tidak aktif,” kata Musliadi via sambungan telepon.
Dia mengaku bahwa, visi misi prioritasnya saat mencalonkan jadi Keuchik Keude Trumon adalah menghidupkan kegiatan keagamaan di gampong tersebut. Sebab saat itu ia mengaku sangat prihatin ketika melihat azan di masjid hanya terdengar suaranya saat shalat magrib saja dan pengajian majelis taklim tak hidup. Demikian juga pelayanan di Kantor Keuchik akan ditingkatkan untuk memudahkan masyarakat.
Namun sayangnya, ketika dia memberlakukan sistem piket di Kantor Keuchik justru ada oknum perangkat gampong yang tidak disiplin dengan tidak hadir melaksanakan piket, hingga sampai terjadi ada masyarakat yang terpaksa mengantar surat secara langsung ke rumah keuchik.
“Sebenarnya berbagai persoalan ini sudah berlangsung lama namun selama ini saya sabar dan menahan diri, karena persoalan itu terkait kinerja bawahan saya sendiri dengan saya, maka saya anggap biar saya selesaikan sendiri karena tidak menyangkut dengan masyarakat umum,” kata Musliadi.
Klimaksnya, saat tengku imum masjid memutuskan mengundurkan diri yang diumumkan langsung selepas shalat jumat. Untuk menghindari kekosongan kemudian digelar rapat dengan mengundang masyarakat untuk memilih tengku imum masjid yang baru sekaligus pemilihan panitia qurban menjelang Hari Raya Idul Adha Tahun 2022 lalu. Dalam rapat itu, salah seorang tokoh masyarakat berbicara, kenapa didesak-desak masyarakat untuk memakmurkan masjid dan menghadiri majelis taklim, sementara orang yang hadir melaksanakan ibadah shalat 5 waktu saja dapat dihitung dengan jari.
“Kemana perangkat gampong semua yang merupakan bawahan keuchik?,” ucap Musliadi mengutip pertanyaan tokoh masyarakat tersebut.
Musliadi mengaku pertanyaan ini merupakan tekanan berat bagi dirinya selaku pimpinan gampong. Makanya dalam rapat itu, dia langsung meminta kembali kepada seluruh perangkat gampong agar menunjukkan contoh yang baik kepada masyarakat, jika tidak mampu lebih baik segera mengundurkan diri sebelum diambil tindakan tegas.
“Namun sangat disesalkan, pasca saya ngomong seperti itu tiga orang oknum perangkat ini justru memilih keluar dari forum rapat yang seolah-olah tersinggung. Padahal kenapa harus tersinggung, bukankah yang disebut perangkat gampong itu seluruhnya termasuk diri saya sendiri, kan tidak disebut personal,” sesal Musliadi.
“Ditambah lagi, usai berlangsungnya rapat ini sekitar pukul 21.00 WIB malam ketiga orang perangkat gampong ini memutuskan keluar dari grup WA majelis taklim. Akibatnya, sekitar 200 orang anggota grup WA itu menyerang saya, pribadi saya selaku keuchik benar – benar terpojok,” sesalnya.
Atas dasar itulah, sambung Musliadi, dia menulis di grup WA bahwa jika ketiga orang perangkat ini tidak mendukung penguatan kegiatan keagamaan sebagaimana visi misi yang dia usung saat naik menjadi calon keuchik, maka lebih baik mengundurkan diri atau diberhentikan.
“Terima atau tidak terima itulah keputusan saya, sebab bagaimana saya mengajak masyarakat memakmurkan masjid dan menghidupkan majelis taklim sementara bawahan saya sendiri tidak memberi contoh yang baik kepada masyarakat,” pungkasnya.