TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away (RSUDYA) Tapaktuan meminta Dewan Pers dan organisasi pers resmi yang memiliki legalitas hukum diakui oleh Dewan Pers Nasional segera menertibkan media dan oknum wartawan yang belum memiliki kompetensi ikut menyajikan informasi yang menyesatkan masyarakat terkait penanganan pasien Covid-19.
Permintaan (attensi) ini secara khusus disampaikan Direktur RSUDYA Tapaktuan, dr. Erizaldi M.Kes, Sp.Og melalui Ketua Tim Siaga Covid-19 yang juga Kabid Pelayanan Medik, dr. Syah Mahdi Sp.PD kepada wartawan di Tapaktuan Selasa (15/9/2020) malam.
“Kami meminta kepada Dewan Pers dan organisasi wartawan yang professional, agar segera menertibkan media dan oknum wartawan yang belum memiliki legalitas kompetensi menyajikan berita yang menyesatkan masyarakat. Karena pemberitaannya sangat tidak berimbang, hanya berdasarkan opini-opini yang dirangkum dari satu dua orang serta cenderung menghakimi, langsung diberitakan. Membuat framing menggiring opini masyarakat seolah-olah begitu mudah dan gampang rumah sakit menetapkan status seseorang pasien terinfeksi Covid-19,” kata dr. Syah Mahdi.
Menurutnya, pihak RSUDYA Tapaktuan merasa sangat sedih dan kecewa ketika ada media dan oknum wartawan tertentu ikut-ikutan menggiring opini menyesatkan public, ditengah tenaga medis dan para medisnya terus berguguran satu per satu terinfeksi positif Covid-19.
“Demi tugas negara yang harus kami pertanggungjawabkan, kami mengabaikan persoalan tenaga medis dan para medis kami yang terus berjatuhan terkonfirmasi positif satu per satu. Kami pertaruhkan nyawa dan hidup mati kami. Demi tetap bisa melayani masyarakat Aceh Selatan,” ujar dr. Syah Mahdi dengan rawut wajah menahan tangis.
Ia menegaskan, pihak rumah sakit maupun Dinas Kesehatan serta Tim Gugus Tugas PP Covid-19 tidak sembarangan menetapkan seseorang terinfeksi Covid-19. Dikatakan, seseorang ditetapkan terkonfirmasi positif Covid-19 hanya boleh dilakukan oleh pihaknya jika sudah keluar hasil pemeriksaan swab baik melalui Balitbangkes Aceh maupun melalui Lab.PCR FK Unsyiah Banda Aceh.
Hasil swab itupun, lanjut Syah Mahdi, bisa diakses secara terbuka oleh seluruh lapisan masyarakat karena disamping disampaikan ke pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota terkait, juga disampaikan kepada pihak Dinas Kesehatan Provinsi hingga Satgas Covid-19 Pusat di Jakarta.
“Perlu diketahui bahwa, dalam penanganan Covid-19 ini kami diawasi secara ketat oleh pihak intelijen pusat, setiap saat terjadi penambahan kasus mereka selalu update. Karena wabah penyakit corona ini merupakan wabah penyakit yang telah ditetapkan status darurat bencana kesehatan nasional. Jika sampai terjadi perbedaan atau tidak sinkron-nya data maka sanksi pidana menanti kami. Tidak masuk akal jika kami bermain-main dengan status darurat ini,” tegas dr. Syah Mahdi.
Karena itu, pihaknya mengaku sangat menyesalkan adanya pemberitaan yang tidak akurat dari media dan oknum wartawan tertentu menuding seolah-olah pihak RSUDYA Tapaktuan begitu mudah dan gampang menetapkan masyarakat yang berobat ke rumah sakit dimaksud langsung menjadi pasien Covid-19.
Menurutnya, pemberitaan media yang tidak akurat seperti ini sangat merugikan pihak RSUDYA Tapaktuan serta semakin menambah resah masyarakat setempat. Hal itu, sangat berpotensi semakin ramai masyarakat akan menolak di diagnosa Covid-19, menolak untuk di swab dan menolak untuk dirawat di ruang Pinere hingga akhirnya menolak untuk ditetapkan protocol kesehatan Covid-19 ketika meninggal dunia.
Padahal, lanjut Syah Mahdi, rumah sakit selaku instansi yang bertanggungjawab memberi pelayanan kesehatan kepada public, harus berpikir secara luas dan sangat hati-hati sebagai bagian dari tindakan preventif. Sebab jika pihaknya tidak hati-hati menangani pasien Covid-19 yang sedang mewabah saat ini, bisa mengancam kesehatan pasien bersangkutan karena terlambat diketahui gejala klinisnya, juga berpotensi akan menularkan kepada petugas rumah sakit dan juga berpotensi menularkan kepada keluarga pasien dimaksud yang mendampingi hingga makin terus meluas lagi ke orang lain.
Syah Mahdi menjelaskan, terhadap pasien yang dicurigai mengarah ke Covid-19 pihaknya tidak mungkin langsung menetapkan pasien dimaksud positif Covid-19 sebab pasien positif tetap harus berdasarkan hasil pemeriksaan swab. Tapi terlebih dulu diawali dari suspek.
Adapun kriteria suspek yang ditetapkan adalah diawali dari adanya gejala seperti bisa batuk, sesak, riwayat demam atau demam. Kemudian didukung oleh hasil laboratorium dan foto rontgen. Ditambah lagi bisa didukung oleh hasil rapid test atau bisa tidak, sebab rapid test tidak menjadi patokan medis menentukan pasien suspek.
“Kemudian baru dilakukan pemisahan (isolasi), meskipun sudah dipisahkan tapi pasien itu belum tentu positif Covid-19. Mengenai dituduh bisa saja pasien itu dijadikan positif, itu murni fitnah. Sebab buktinya dari sebanyak 700 lebih masyarakat yang sudah diambil sample swab, faktanya di Aceh Selatan kan baru sekitar 160-an yang terkonfirmasi positif, selebihnya kan negative. Cukup banyak juga pasien yang hasil swab-nya negative yang kita pindahkan ruang rawatannya ke ruang rawatan biasa, yang positif ya tetap dirawat di ruang isolasi sampai sembuh, sudah banyak juga yang kita rawat sampai sembuh,” ungkapnya.
Dengan adanya ketakutan masyarakat di diagnosa dan dirawat di ruang Covid-19, kekhawatiran pihaknya adalah jika saja pasien tersebut benar terinfeksi Covid-19 lalu meninggal dunia di rumahnya, tentu akan di fardhu kifayahkan secara normal. Jika hal ini sampai terjadi, berapa banyak masyarakat lainnya akan menjadi korban akibat tertular virus Covid-19.
Dasar itulah, kata Syah Mahdi, RSUDYA Tapaktuan sangat serius terus berusaha maksimal mengantisipasi wabah virus ini semakin meluas. Sebab dari 100 persen kasus, 85 % nya bergejala ringan sedangkan 15 % nya bergejala berat. Apabila 15 % ini terjadi dalam waktu serentak dan massif, tentu angka kesakitan orang di Aceh Selatan jumlahnya akan cukup banyak dan itu tidak akan bisa tertampung lagi di rumah sakit. Dasar itulah, pihaknya tidak bosan-bosannya menganjurkan jika pasien memiliki gejala tolong segera mengikuti protocol kesehatan di rumah sakit. Jangan takut, sebab jika pasien di curigai (suspek) maka harus dibuktikan dulu bahwa benar-benar mengarah ke Covid-19 bukan asal-asalan langsung menetapkan positif Covid-19.
“Tujuannya semata-mata untuk mendeteksi dini, sebab semakin dini di deteksi maka peluang pasien itu untuk sembuh semakin besar. Ingat angka kematian akibat Covid-19 di Aceh Selatan sangat tinggi, karena terlambat. Datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan sesak berat, paru-paru yang sudah parah, sehingga kita tidak bisa berbuat banyak lagi kecuali berdoa dengan obat-obatan yang kita berikan semoga bisa sembuh,” tandasnya.
Karena itu, Syah Mahdi kembali meminta kepada media dan wartawan di Aceh Selatan agar bekerja professional memberikan edukasi yang baik dan benar kepada masyarakat. Pihaknya berharap, media berperan aktif memberikan penerangan dan penjelasan kepada masyarakat supaya kesehatan masyarakat bertambah baik ke depannya, bukan justru menyuguhkan informasi yang sesat.
“Kami juga berharap, masyarakat jangan gara-gara berita hoax yang diterima mengorbankan kesehatannya. Seperti tudingan rumah sakit menerima bayaran ratusan juga dalam menangani pasien Covid-19. Saya pastikan sampai saat ini sepeserpun kami belum menerimanya dari Kemenkes RI. Anggaran penanganan pasien Covid-19 yang disediakan seolah-olah seluruhnya untuk tenaga medis itu informasi yang keliru sebab mereka lupa bahwa anggaran itu sangat banyak tersedot untuk pengadaan barang habis pakai (BHP) yang hanya bisa satu kali pakai setiap memberikan tindakan kepada pasien Covid-19,” pungkasnya.