TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Aceh Selatan, Erdiansyah S.Pd mengaku telah mengetahui surat yang dilayangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Aceh Selatan kepada bupati terkait permintaan penundaan belajar tatap muka para siswa di daerah itu.
Menindaklanjuti hal ini, pada Rabu (2/9/2020) sore ini pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Selatan telah dijadwalkan akan duduk dengan pihak IDI Cabang Aceh Selatan membahas persoalan itu guna mencari solusi terbaik.
“Kita sudah menghubungi pihak IDI Aceh Selatan mengajak duduk membahas persoalan ini. Kami akan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, kita akan meluruskan kesalahpahaman ini. Sebab kami menilai ada informasi atau pemahaman yang keliru terkait pelaksanaan belajar tatap muka yang telah mulai dilaksanakan sekarang ini,” kata Erdiansyah saat dimintai konfirmasi oleh TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Rabu (2/9/2020).
Menurutnya, pelaksanaan belajar tatap muka di sekolah tidak boleh dipahami bahwa pelaksanaan belajar daring dari rumah itu tidak berlaku atau tidak dilaksanakan lagi. Sebab yang terjadi sebenarnya adalah meskipun belajar tatap muka telah diaktifkan, tapi belajar dari rumah tetap masih diterapkan sampai saat ini.
“Malahan yang terjadi saat ini adalah sudah dua kali menambah kegiatan kerja para dewan guru. Karena selain harus melayani belajar tatap muka di sekolah juga harus melayani belajar daring dari rumah. Ini tak lebih hanya untuk membangun kembali hubungan emosional antara siswa dengan gurunya. Pemahaman inilah mungkin yang tidak tersampaikan sehingga menjadi salah paham,” kata Erdiansyah.
Selain itu, dalam surat edaran yang jauh-jauh hari telah disampaikan kepada masing-masing satuan pendidikan di Aceh Selatan, jelas sudah disebutkan tidak ada pemaksaan kepada wali murid anaknya wajib melaksanakan sekolah tatap muka.
“Kami minta hal ini harus diperjelas kepada masyarakat, dan perlu diketahui juga bahwa kita mengaktifkan kembali sekolah tatap muka menindaklanjuti keinginan dan permintaan masyarakat berdasarkan hasil rapat dengan masing-masing komite sekolah. Karena melihat perkembangan anak-anak kita ini makin lama makin mengkhawatirkan,” tegasnya.
Namun demikian, dari sekian banyak orang tua yang menginginkan agar proses belajar mengajar (PBM) tatap muka di aktifkan kembali, tetap ada juga sebagian orang tua murid yang menginginkan jangan dulu dibuka atau diaktifkan belajar tatap muka.
Terhadap permintaan ini, tegas Erdiansyah, pihaknya dari jauh-jauh hari sebelumnya telah menginstruksikan kepada masing-masing satuan pendidikan agar tetap mengakomodir permintaan dan keinginan orang tua agar anak-anaknya tetap melaksanakan pembelajaran melalui system online (daring) dari rumah.
“Kami telah menegaskan kepada pihak sekolah dan memang telah kita buat panduannya, wajib mengizinkan para siswa yang ingin tetap belajar daring dari rumah. Bagi siswa yang tidak datang ke sekolah tidak boleh diberi sanksi akademik sebab tidak ada keharusan datang ke sekolah belajar tatap muka. Sebab belajar dari rumah tetap masih berlaku,” tegasnya.
Memang pihaknya dapat memaklumi kekhawatiran pihak IDI Aceh Selatan yang mengkhawatirkan akan terjadi klaster baru penyebaran Covid-19 di sekolah yang telah dibuka atau diaktifkan belajar tatap muka. Tapi harus dimaklumi juga bahwa belajar tatap muka ini diwajibkan harus mematuhi protocol kesehatan Covid-19. Dan belajar tatap muka tidak benar telah diaktifkan secara keseluruhan.
“Dalam surat IDI itu disebutkan bahwa seluruh jenjang pendidikan telah diaktifkan. Padahal yang benarnya itu adalah diaktifkan secara bertahap yang dimulai sejak awal tahun ajaran baru bulan Juli 2020 lalu, dimana sampai saat ini jenjang pendidikan PAUD belum diaktifkan sama sekali. Sedangkan khusus di Kecamatan Tapaktuan karena dinilai rawan penyebaran Covid-19, jenjang Pendidikan SD hanya diaktifkan belajar tatap muka kelas 4,5 dan 6 saja. Sedangkan kelas 1,2 dan 3 sampai saat ini belum diaktifkan,” ujarnya.
Terkait pelanggaran karena Aceh Selatan sudah berstatus zona merah sesuai SKB 4 menteri, menurut Erdiansyah, saat sekolah tatap muka akan diaktifkan kembali dulu Kabupaten Aceh Selatan masih berstatus zona hijau. Lalu beberapa saat kemudian berubah menjadi zona kuning, sehingga sempat terjadi penundaan rencana pengaktifan belajar tatap muka.
“Setelah dimusyawarahkan kembali, lalu Bapak Bupati Aceh Selatan menggelar rapat dengan Forkopimda, akhirnya diputuskan dicoba dulu pelaksanaan belajar tatap muka secara bertahap, bukan sekaligus. Kita juga terus menunggu masukan-masukan dari masyarakat, jika memang masyarakat telah menginginkan agar sekolah tatap muka dihentikan, maka segera kita hentikan,” ucapnya.
Namun yang perlu dipahami dan dimengerti, sambung Erdiansyah, sasaran utama diaktifkan kembali sekolah tatap muka ini adalah terhadap para siswa yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi membeli dan menyiapkan fasilitas smart phone beserta pulsa internet serta berbagai kebutuhan lainnya untuk mendukung belajar daring dari rumahnya. Sedangkan bagi orang tua siswa yang ada kemampuan secara ekonomi, silahkan melanjutkan anak-anaknya belajar dari rumah.
“Misalnya ada sebanyak 20 orang siswa satu rombel (kelas), jika hanya 2 orang saja mengikuti bejalar tatap muka saya telah menyampaikan kepada para kepala sekolah, harus dilayani belajar tatap mukanya. Dan 18 orang lagi tetap harus dilayani juga belajar daring dari rumahnya,” ungkapnya.
Sebenarnya, lanjut Erdiansyah, tujuan dibuka sekolah tatap muka ini untuk mendisiplinkan kembali pola hidup para siswa. Sebab kekhawatiran selama ini, anak-anak sudah tidak terbiasa lagi dengan pola hidup disiplin seperti jadwal tidur dan bangun jam berapa, kerapian rambut dan kuku serta pakaian, asyik main game di rumah dan setiap harinya bukan tetap belajar di rumah melainkan justru berkeliaran nongkrong bersama teman-temannya diluar rumah.
“Sebenarnya, belajar tatap muka untuk mencapai target kurikulum, juga tidak akan tercapai karena lamanya waktu tatap muka setiap harinya itu hanya selama 2 jam lalu pulang. Tetapi yang paling penting adalah hubungan emosional antara guru dengan siswa akan terbangun kembali. Tingkah laku anak itu bisa diperbaiki mana yang kurang. Tetap berbeda misalnya ketika orang tua siswa yang menyuruh dibandingkan perintah gurunya, karena ada hubungan emosional yang erat terbangun antara siswa dengan gurunya,” ujarnya.
Merespon kondisi inilah, kata Erdiansyah, menjadi motivasi Bupati Aceh Selatan Tgk. Amran tetap mengaktifkan kembali belajar tatap muka di sekolah. “Tidak ada bermaksud lain, kecuali ingin menormalkan kembali kedisiplinan dan tingkah laku anak-anak seperti semula. Sudah selama 6 bulan lebih anak-anak asyik main game dirumah dan keluyuran kemana-mana, sudah tidak terbiasa lagi dengan kedisiplinan yang diterapkan disekolah, maka kebiasaan itulah secara perlahan-lahan kembali kita terapkan kepada anak-anak kita, kita kembalikan pola hidupnya seperti semula,” pungkasnya.