TheTapaktuanPost | Tapaktuan. Sekretaris Komisi Pengawas Partai Nanggroe Aceh (PNA), Tgk. Abrar Muda mengatakan pernyataan Tgk. Nurdin Ramli, salah seorang pengurus DPP partai tersebut adalah pernyataan sesat dan menyesatkan serta dapat memancing benih-benih konflik dan perpecahan baru di internal partai.
Penegasan itu disampaikan Tgk. Abrar Muda yang juga salah seorang tokoh pendiri partai lokal tersebut, menyikapi statemen Tgk. Nurdin Ramli yang dilansir media massa Minggu (21/3/2021).
“Pernyataan yang dilontarkan Tgk. Nurdin Ramli dengan berbagai surat-menyurat MTP hanyalah kesalahan-kesalahan yang terus dilakukan dan itu merupakan tindakan dan pernyataan sesat menyesatkan,” kata Tgk. Abrar Muda kepada TheTapaktuanPost di Tapaktuan, Senin (22/3/2021).
Menurutnya, kembalinya Sekjend PNA Miswar Fuadi bukanlah rekonsiliasi, melainkan hanyalah pemenuhan terhadap administrasi PNA dalam rangka melengkapi jalannya agenda program kerja partai terutama dalam menyukseskan pelantikan 6 orang pimpinan DPRK seluruh Aceh.
“Sebenarnya, hal ini telah kami gagas sejak konflik internal PNA berkecamuk, saat itu kami berpikir walau bagaimanapun panasnya konflik tapi roda partai harus tetap berjalan. Namun sayangnya, Miswar Fuadi sendiri yang menolak tidak bersedia menandatangani surat pengajuan pimpinan DPRK yang ditandatangani Irwandi Yusuf dan dirinya (selaku ketua umum dan sekjen). Miswar Fuady yang saat itu juga telah dipecat dari partai justru memaksa digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB),” ungkap Tgk. Abrar Muda.
KLB sendiri, ujarnya, terjadi atas perintah Majelis Tinggi Partai (MTP) yang digelar oleh Miswar Fuadi (Sekjen), Muksalmina (Ketua Dewan Penasehat) dan Sunarko (Ketua Dewan Pengawas). Dan bahkan MTP-lah yang langsung menon-aktifkan Irwandi Yusuf dari Ketua Umum PNA karena dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap AD/ART dan tidak dapat lagi menjalankan partai karena sedang menjalani proses hukum.
Atas perintah MTP, lanjut Tgk. Abrar Muda, kemudian DPP PNA sukses menggelar KLB di Kabupaten Biureun dengan terpilihnya Samsul Bahri (Tiyong) secara aklamasi. Dengan demikian secara konstitusional, Irwandi Yusuf dan kepengurusan lama dianggap telah demisioner. Dan hasil KLB tersebut dipastikan telah didaftarkan ke Kanwil Kemenkum HAM Aceh, yang saat ini masih dalam status sedang dalam proses.
“Ketika KLB telah sukses digelar, konsolidasi dan rekonsiliasi partai wajib dilakukan dibawah kedaulatan yang telah di mandatkan oleh Kongres yaitu hasil KLB. Sehingga dalam hal ini Miswar Fuadi tidak dalam kapasitas penentu terjadinya rekonsiliasi, tetapi hal ini berada pada Irwandi Yusuf dan Samsul Bahri,” ujarnya.
Karena itu, kata Tgk. Abrar Muda, rekonsiliasi Irwandi Yusuf dan Miswar Fuadi hanyalah kesepakatan biasa secara internal untuk jalannya roda kepemimpinan administrasi partai, bukan membatalkan hasil KLB. Karena dalam pandangan pihaknya, 6 pimpinan DPRK yang telah dilakukan proses pelantikan dan pengambilan sumpah itu merupakan bagian dari kewajiban dan tugas serta tanggungjawab partai melaksanakan amanah rakyat dan harapan seluruh kader untuk kepentingan masa depan partai.
“Dengan demikian, apapun yang disampaikan oleh Nurdin Ramli, bahkan dengan berbagai surat-menyurat MTP hanyalah kesalahan-kesalahan yang terus dilakukan dan itu merupakan tindakan dan pernyataan sesat menyesatkan,” tegas Tgk. Abrar Muda lagi.
Ia kembali mengingatkan bahwa hasil KLB PNA yang secara aklamasi telah menetapkan Samsul Bahri sebagai Ketua Umum tidak dapat dibatalkan oleh pihak manapun kecuali oleh pengadilan. Oleh sebab itu, ia meminta kepada pihak-pihak tertentu di internal PNA segera menghentikan seluruh tindakan pembodohan terhadap kader dan masyarakat.
“Untuk terakhir kalinya, sekali lagi saya sampaikan bahwa KLB tidak dapat dibatalkan oleh pihak manapun selain pengadilan. Hentikan semua tindakan pembodohan terhadap kader dan masyarakat. Kami terus mendorong agar semua pihak mundur selangkah demi masa depan partai, hilangkan sentimen-sentimen dan konflik-konflik pribadi demi kita selamatkan partai ini,” pinta Tgk. Abrar Muda sembari mengutarakan kata-kata bijak orang Aceh, “Pat ujeun yang hana pirang, pat prang yang hana reuda (Dimana hujan yang tidak berhenti dan dimana perang yang tidak damai”.